Otomatis

Kita harus mengenal diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita berusaha mengenal orang lain. kita harus mengoreksi diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita mengoreksi orang lain. kita tidak dapat merubah suatu masyarakat, tetapi jika masing-masing kita memperbaiki diri sendiri maka mungkin masyarakat tersebut juga akan berubah dengan sendirinya.

UU Nomor 47 Tahun 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 47 TAHUN 2009
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a.   bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amendemen keempat, Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diajukan oleh Presiden setiap tahun untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah;
b.   bahwa RAPBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
c.   bahwa RAPBN Tahun Anggaran 2010 disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
d.   bahwa penyusunan RAPBN Tahun Anggaran 2010 berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2010 dan memperhatikan aspirasi masyarakat, dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat;
e.   bahwa sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI/2008, Pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;
f.    bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2010 antara Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah telah memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan DPD Nomor 23/DPD/2009 tanggal 14 Agustus 2009;
g.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e, dan f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010.

Mengingat    : 1.   Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amendemen Keempat;
2.   Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
3.   Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
4.   Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
5.   Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
6.   Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);
7.   Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236);
8.   Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
9.   Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
10. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
11. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);
13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
15. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
17. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
18. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
19. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
20. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
21. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);
22. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
23. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852);
24. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884);
25. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893).

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :  UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2010.

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:
1. Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.
2.   Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan Negara yang terdiri atas pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
3.   Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan Negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.
4.   Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan bea keluar.
5.   Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian Pemerintah atas laba badan usaha milik negara (BUMN), penerimaan negara bukan pajak lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU).
6.   Cost recovery adalah pengembalian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam rangka operasi perminyakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan menggunakan hasil produksi minyak dan/atau gas bumi (migas) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
7.   Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan oleh pihak swasta dalam negeri dan pemerintah daerah serta sumbangan oleh pihak swasta luar negeri dan pemerintah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus, dialokasikan untuk mendanai kegiatan tertentu.
8.   Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah.
9.   Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga (K/L), sesuai dengan program-program Rencana Kerja Pemerintah yang akan dijalankan.
10. Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial.
11. Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
12. Belanja pegawai adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai Pemerintah Pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
13. Belanja barang adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat, serta belanja perjalanan.
14. Belanja modal adalah belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.
15. Pembayaran bunga utang adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membayar kewajiban atas penggunaan pokok utang (principal outstanding) baik utang dalam negeri maupun luar negeri, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan utang yang sudah ada dan utang baru, termasuk untuk biaya terkait dengan pengelolaan utang.
16. Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.
17. Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan atau lembaga yang memproduksi dan/atau menjual bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar nabati (BBN), Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkan.
18. Belanja hibah adalah belanja Pemerintah Pusat yang bersifat sukarela dengan pengalihan hak dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, pemerintah negara lain, lembaga/ organisasi internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus dan dilakukan dengan naskah perjanjian antar pemberi hibah dan penerima hibah.
19. Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya berbagai risiko sosial.
20. Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja Pemerintah Pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka 12 (dua belas) sampai dengan angka 19 (Sembilan belas), dan dana cadangan umum.
21. Transfer ke daerah adalah pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan dana penyesuaian.
22. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
23. Dana bagi hasil, selanjutnya disingkat DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
24. Dana alokasi umum, selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
25. Dana alokasi khusus, selanjutnya disingkat DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
26. Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
27. Dana penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah.
28. Sisa lebih pembiayaan anggaran, selanjutnya disingkat Silpa, adalah selisih lebih realisasi pembiayaan atas realisasi defisit anggaran yang terjadi.
29. Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN dan kebutuhan pengeluaran pembiayaan.
30. Pembiayaan dalam negeri adalah semua penerimaan pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri yang terdiri atas hasil privatisasi, hasil pengelolaan aset, penerbitan bersih surat berharga negara, pinjaman dalam negeri, dikurangi pengeluaran pembiayaan yang terdiri atas dana investasi Pemerintah, dana bergulir, kewajiban yang timbul akibat penjaminan Pemerintah, penyertaan modal negara, dan cadangan pembiayaan.
31. Privatisasi adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
32. Surat berharga negara, selanjutnya disingkat SBN, meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
33. Surat utang negara, selanjutnya disingkat SUN, adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
34. Surat berharga syariah negara, selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
35. Dana Investasi Pemerintah adalah dukungan Pemerintah dalam bentuk kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha.
36. Restrukturisasi BUMN adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN, yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.
37. Pinjaman dalam negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya.
38. Kewajiban penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada BUMN dan/atau BUMD dalam hal BUMN dan/atau BUMD dimaksud tidak dapat membayar kewajibannya kepada kreditor sesuai perjanjian pinjaman.
39. Pembiayaan luar negeri neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman program dan pinjaman proyek dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri.
40. Pinjaman program adalah pinjaman yang diterima dalam bentuk tunai (cash financing) dimana pencairannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah pihak seperti matrik kebijakan (policy matrix) atau dilaksanakannya kegiatan tertentu.
41. Pinjaman proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu kementerian negara/lembaga dan/atau pemerintah daerah dan BUMN melalui penerusan pinjaman yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dan berdasarkan Undang-Undang ini.
42. Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah.
43. Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara.
44. Tahun anggaran 2010 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2010.

Pasal 2
(1)  Anggaran pendapatan negara dan hibah tahun anggaran 2010 diperoleh dari sumber-sumber:
a.   penerimaan perpajakan;
b.   penerimaan negara bukan pajak; dan
c.   penerimaan hibah.
(2) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp.742.738.045.000.000,00 (tujuh ratus empat puluh dua triliun tujuh ratus tiga puluh delapan miliar empat puluh lima juta rupiah).
(3) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp.205.411.304.114.000,00 (dua ratus lima triliun empat ratus sebelas miliar tiga ratus empat juta seratus empat belas ribu rupiah).
(4) Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp.1.506.766.000.000,00 (satu triliun lima ratus enam miliar tujuh ratus enam puluh enam juta rupiah).
(5)  Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah tahun anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) direncanakan sebesar Rp.949.656.115.114.000,00 (sembilan ratus empat puluh sembilan triliun enam ratus lima puluh enam miliar seratus lima belas juta seratus empat belas ribu rupiah).

Pasal 3
(1) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri atas:
a.   pajak dalam negeri; dan
b.   pajak perdagangan internasional.
(2) Penerimaan pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp.715.534.543.000.000,00 (tujuh ratus lima belas triliun lima ratus tiga puluh empat miliar lima ratus empat puluh tiga juta rupiah), yang terdiri atas:
a. Pajak penghasilan sebesar Rp.350.957.982.000.000,00 (tiga ratus lima puluh triliun sembilan ratus lima puluh tujuh miliar sembilan ratus delapan puluh dua juta rupiah), termasuk pajak penghasilan ditanggung Pemerintah atas:
1)   komoditi panas bumi sebesar Rp.624.250.000.000,00 (enam ratus dua puluh empat miliar dua ratus lima puluh juta rupiah);
2)   bunga imbal hasil atas Surat Berharga Negara yang diterbitkan di pasar internasional sebesar Rp.2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah); dan
3)   hibah dan pembiayaan internasional dari lembaga keuangan multilateral sebesar Rp.1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). Pelaksanaan pajak penghasilan ditanggung Pemerintah masing-masing diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
b.   Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebesar Rp.269.537.049.000.000,00 (dua ratus enam puluh sembilan triliun lima ratus tiga puluh tujuh miliar empat puluh sembilan juta rupiah), termasuk pajak ditanggung Pemerintah (DTP) atas:
1)   bahan bakar minyak bersubsidi (PT Pertamina Persero) sebesar Rp.5.897.550.000.000,00 (lima triliun delapan ratus sembilan puluh tujuh miliar lima ratus lima puluh juta rupiah);
2)   pajak dalam rangka impor (PDRI) ekplorasi migas sebesar Rp.2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah);
3)   PPN minyak goreng dan impor gandum/terigu sebesar Rp.851.000.000.000,00 (delapan ratus lima puluh satu miliar rupiah); dan
4)   PPN Bahan Bakar Nabati (BBN) Rp.1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). Pelaksanaan PPN ditanggung Pemerintah masingmasing diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
c.   Pajak bumi dan bangunan sebesar Rp.26.506.421.000.000,00 (dua puluh enam triliun lima ratus enam miliar empat ratus dua puluh satu juta rupiah);
d.   Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar Rp.7.392.899.000.000,00 (tujuh triliun tiga ratus sembilan puluh dua miliar delapan ratus Sembilan puluh sembilan juta rupiah);
e.   Cukai sebesar Rp.57.289.169.000.000,00 (lima puluh tujuh triliun dua ratus delapan puluh sembilan miliar seratus enam puluh sembilan juta rupiah); dan
f.    Pajak lainnya sebesar Rp.3.851.023.000.000,00 (tiga triliun delapan ratus lima puluh satu miliar dua puluh tiga juta rupiah).
(3) Penerimaan pajak perdagangan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp.27.203.502.000.000,00 (dua puluh tujuh triliun dua ratus tiga miliar lima ratus dua juta rupiah), yang terdiri atas:
a.   Bea masuk sebesar Rp.19.569.865.000.000,00  (sembilan belas triliun lima ratus enam puluh sembilan miliar delapan ratus enam puluh lima juta rupiah), termasuk fasilitas bea masuk ditanggung Pemerintah sebesar Rp.3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; dan
b.   Bea keluar sebesar Rp.7.633.637.000.000,00 (tujuh triliun enam ratus tiga puluh tiga miliar enam ratus tiga puluh tujuh juta rupiah).
(4) Rincian penerimaan perpajakan tahun anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.

Pasal 4
(1)  Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri atas:
a.   penerimaan sumber daya alam;
b.   bagian Pemerintah atas laba BUMN;
c.   penerimaan negara bukan pajak lainnya; dan
d.   pendapatan BLU.
(2) Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp.132.030.206.894.000,00 (seratus tiga puluh dua triliun tiga puluh miliar dua ratus enam juta delapan ratus sembilan puluh empat ribu rupiah).
(3) Dana yang dicadangkan untuk kegiatan pemulihan lokasi perminyakan yang ditinggalkan (abandonment and site restoration) oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) harus ditempatkan pada perbankan nasional.
(4) Bagian Pemerintah atas laba BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp.24.000.000.000.000,00 (dua puluh empat triliun rupiah).
(5)  Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN di bidang usaha perbankan, penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara beserta peraturan pelaksanaannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(7) Penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN sebelum pajak dari PT. PLN (Persero) pada tahun buku 2009 sebagai akibat dari pemberian margin usaha sebesar 5% (lima persen) kepada PT. PLN (Persero) dipergunakan untuk membayar kekurangan subsidi listrik yang dibawa ke tahun berikutnya (carry over).
(8) Nilai bagian Pemerintah atas laba BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2010.
(9) Penerimaan negara bukan pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp.39.894.220.171.000,00 (tiga puluh sembilan triliun delapan ratus sembilan puluh empat miliar dua ratus dua puluh juta seratus tujuh puluh satu ribu rupiah).
 (10)  Target PNBP Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan dalam tahun 2010 direncanakan sebesar Rp.450.026.111.697,00 (empat ratus lima puluh miliar dua puluh enam juta seratus sebelas ribu enam ratus sembilan puluh tujuh rupiah), didasarkan pada kebijakan pemisahan (spin off) penerimaan Air Traffic Services (ATS) PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II untuk dijadikan Perum.
(11)   Target PNBP Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, dalam Tahun Anggaran 2010 direncanakan sebesar Rp.9.032.607.931.050,00 (sembilan triliun tiga puluh dua miliar enam ratus tujuh juta sembilan ratus tiga puluh satu ribu lima puluh rupiah), sebagian di antaranya diperoleh dari penerimaan BHP frekuensi yang dipertimbangkan adanya perubahan regulasi/kebijakan BHP frekuensi dari perhitungan BHP frekuensi berbasis kanal (trx) menjadi BHP frekuensi berbasis pita frekuensi (bandwidth) untuk penyelenggaraan Telekomunikasi Bergerak Seluler.
(12)   Pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d direncanakan sebesar Rp.9.486.877.049.000,00 (sembilan triliun empat ratus delapan puluh enam miliar delapan ratus tujuh puluh tujuh empat puluh Sembilan ribu rupiah).
(13)   Rincian penerimaan negara bukan pajak tahun anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (9), dan ayat (12) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.

Pasal 5
(1)  Anggaran belanja negara tahun anggaran 2010 terdiri atas:
a.   anggaran belanja Pemerintah Pusat; dan
b.   anggaran transfer ke daerah.
(2) Anggaran belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp.725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).
(3) Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp.322.423.032.080.000,00 (tiga ratus dua puluh dua triliun empat ratus dua puluh tiga miliar tiga puluh dua juta delapan puluh ribu rupiah).
(4) Jumlah anggaran belanja negara tahun anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) direncanakan sebesar Rp.1.047.666.042.990.000,00 (satu kuadriliun empat puluh tujuh triliun enam ratus enam puluh enam miliar empat puluh dua juta sembilan ratus sembilan puluh ribu rupiah).

Pasal 6
(1) Anggaran belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dikelompokkan atas:
a.   belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi;
b.   belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi; dan
c.   belanja Pemerintah Pusat menurut jenis belanja.
(2) Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).
(3) Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).
(4) Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).
(5)  Rincian lebih lanjut dari anggaran belanja Pemerintah Pusat menurut unit organisasi/bagian anggaran, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja dibahas bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.
(6)  Rincian anggaran belanja Pemerintah Pusat tahun anggaran 2010 menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden yang menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini yang ditetapkan paling lambat tanggal 30 November 2009.

Pasal 7
(1)  Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Nabati (BBN) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) Tahun Anggaran 2010 ditetapkan sebesar Rp68.726.700.000.000,00 (enam puluh delapan triliun tujuh ratus dua puluh enam miliar tujuh ratus juta rupiah).
(2)  Pengendalian anggaran subsidi BBM dalam Tahun Anggaran 2010 dilakukan melalui efisiensi terhadap biaya distribusi dan margin usaha (alpha), serta melakukan kebijakan penghematan konsumsi BBM bersubsidi.
(3) Dalam hal perkiraan harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price (ICP)) dalam 1 (satu) tahun mengalami kenaikan lebih dari 10% (sepuluh persen) dari harga yang diasumsikan dalam APBN 2010, Pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi.

Pasal 8
(1) Subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2010 ditetapkan sebesar Rp37.800.000.000.000,00 (tiga puluh tujuh triliun delapan ratus miliar rupiah).
(2) Pengendalian anggaran subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2010 dilakukan melalui:
a.   Pemberian margin kepada PT PLN (Persero) sebesar 5% (lima persen) dalam rangka pemenuhan persyaratan pembiayaan investasi PT PLN (Persero);
b.   Penerapan tarif dasar listrik (TDL) sesuai harga keekonomian secara otomatis untuk pemakaian energy di atas 50% (lima puluh persen) konsumsi rata-rata nasional tahun 2009 bagi pelanggan rumah tangga (R), bisnis (B), dan publik (P) dengan daya mulai 6.600 VA ke atas;
c.   Penerapan kebijakan tarif yang bertujuan untuk mendorong penghematan tenaga listrik dan pelayanan khusus, yang selama ini sudah dilaksanakan, tetap diberlakukan; dan
d.   Penyesuaian tarif dasar listrik (TDL) ditetapkan oleh Pemerintah setelah mendapat persetujuan dari DPR RI.

Pasal 9
(1) Subsidi Pupuk dalam Tahun Anggaran 2010 ditetapkan sebesar Rp14.757.259.000.000,00 (empat belas triliun tujuh ratus lima puluh tujuh miliar dua ratus lima puluh sembilan juta rupiah), terdiri atas:
a.   subsidi harga sebesar Rp11.291.459.000.000,00 (sebelas triliun dua ratus sembilan puluh satu miliar empat ratus lima puluh sembilan juta rupiah);
b.   bantuan langsung pupuk sebesar Rp1.610.800.000.000,00 (satu triliun enam ratus sepuluh miliar delapan ratus juta rupiah);
c.   kurang bayar tahun sebelumnya sebesar Rp1.500.000.000.000,00 (satu triliun lima ratus miliar rupiah);
d.   bantuan ternak sapi sebesar Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah); dan
e.   unit pengolahan pupuk organik sebesar Rp105.000.000.000,00 (seratus lima miliar rupiah).
(2) Pemerintah mengutamakan kecukupan pasokan gas yang dibutuhkan perusahaan produsen pupuk dalam negeri dalam rangka menjaga ketahanan pangan, dengan tetap mengoptimalkan penerimaan negara dari penjualan gas.
(3) Dalam rangka untuk mengurangi beban subsidi pertanian terutama pupuk pada masa yang akan datang, Pemerintah menjamin harga gas untuk memenuhi kebutuhan perusahaan produsen pupuk dalam negeri dengan harga domestik.
(4) Pemerintah daerah diberi kewenangan mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi melalui mekanisme Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

Pasal 10
(1) Dalam rangka kesinambungan pelaksanaan kegiatankegiatan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan, Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dalam Program/ Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang terdiri atas Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Program Pengembangan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2009, dapat diluncurkan sampai dengan akhir April 2010.
(2) Pengajuan usulan luncuran program/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam bentuk konsep DIPA Luncuran (DIPA-L) paling lambat pada tanggal 15 Januari 2010.
(3) Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan DIPA-L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 11
(1) Kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam yang dilakukan dalam tahun 2009, tetapi belum dapat diselesaikan sampai dengan akhir Desember 2009, dapat dilanjutkan penyelesaiannya ke tahun 2010.
(2) Pendanaan untuk kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari pagu kementerian negara/lembaga masing-masing dan/atau belanja lainlain dalam Tahun Anggaran 2010.
(3) Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 12
(1) Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2010, dapat digunakan untuk melunasi kekurangan pembayaran pembelian tanah, bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup dan biaya evakuasi di luar peta terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedung Cangkring, dan Desa Pejarakan), serta untuk bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup, biaya evakuasi dan relokasi pada sembilan rukun tetangga di tiga desa (Desa Siring Barat, Desa Jatirejo, dan Desa Mindi).
(2) Kekurangan pembayaran pembelian tanah di luar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedung Cangkring, dan Desa Pejarakan) disesuaikan dengan tahapan pelunasan yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas.

Pasal 13
(1) Dalam rangka penyelamatan perekonomian dan kehidupan sosial kemasyarakatan di sekitar tanggul lumpur Sidoarjo, anggaran belanja yang dialokasikan pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2010 dapat digunakan untuk kegiatan mitigasi penanggulangan semburan lumpur, termasuk di dalamnya penanganan tanggul utama sampai ke Kali Porong (mengalirkan lumpur dari tanggul utama ke Kali Porong) dengan pagu paling tinggi sebesar Rp.130.380.580.000,00 (seratus tiga puluh miliar tiga ratus delapan puluh juta lima ratus delapan puluh ribu rupiah).
(2) Pelaksanaan kegiatan mitigasi penanggulangan semburan lumpur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 14
(1) Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program stimulus fiskal tahun 2009, kementerian negara/lembaga (K/L) termasuk provinsi dan kabupaten/kota yang melaksanakan tugas pembantuan/dekonsentrasi namun tidak sepenuhnya melaksanakan belanja stimulus fiskal tahun 2009 sebagaimana telah ditetapkan, akan menjadi factor pengurang dalam penetapan alokasi anggaran pada Tahun Anggaran 2010.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi provinsi dan kabupaten/kota yang menerima bantuan teknis dan pendanaan stimulus fiskal dalam rangka mendukung pelaksanaan urusan/tugas pemerintah daerah.
(3) Faktor pengurang dalam penetapan alokasi anggaran pada Tahun Anggaran 2010 bagi kementerian negara/lembaga (K/L) termasuk provinsi dan kabupaten/kota yang tidak sepenuhnya melaksanakan belanja stimulus fiskal tahun 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan sebagai berikut:
a.   Pengurangan dikenakan hanya terhadap kementerian negara/lembaga (K/L) termasuk provinsi dan kabupaten/kota yang tidak dapat memberikan alas an yang dapat dipertanggungjawabkan;
b.   Pengurangan pagu belanja Tahun Anggaran 2010 bagi kementerian negara/lembaga (K/L) termasuk provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah maksimum sebesar sisa anggaran stimulus fiskal 2009 yang tidak diserap; dan
c.   Pengurangan pagu belanja Tahun Anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dibebankan pada:
1)   satuan kerja pusat/vertikal kementerian negara/lembaga (K/L) yang melaksanakan kegiatan stimulus fiskal melalui pemotongan alokasi anggaran pada Satuan Anggaran per Satuan Kerja (SAPSK)/DIPA satuan kerja pusat/vertikal kementerian negara/lembaga (K/L) yang bersangkutan;
2)   Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) provinsi/kabupaten/kota yang melaksanakan kegiatan tugas pembantuan/dekonsentrasi stimulus fiskal melalui pemotongan alokasi anggaran pada SAPSK/DIPA Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan; dan
3)   Provinsi/kabupaten/kota yang menerima bantuan teknis dan pendanaan stimulus fiskal dalam rangka mendukung pelaksanaan urusan/tugas pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) di atas dengan memperhitungkannya dari transfer ke daerah Provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan.
(4) Setelah Tahun Anggaran 2009 berakhir, Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja penerima dana stimulus fiscal Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menyampaikan Laporan Realisasi Kegiatan dan Anggaran Stimulus Fiskal 2009 kepada kementerian negara/lembaga (K/L) yang memberikan/menyalurkan dana Anggaran Stimulus Fiskal paling lambat tanggal 22 Januari 2010.
(5) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kementerian negara/lembaga (K/L) selaku Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran program/kegiatan stimulus fiskal 2009 menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan, realisasi anggaran dan alasan apabila alokasi anggaran tidak terserap seluruhnya kepada Menteri Keuangan paling lambat tanggal 29 Januari 2010.
(6) Menteri Keuangan menetapkan surat edaran pengurangan pagu kepada kementerian negara/lembaga (K/L)/provinsi/kabupaten/kota yang tidak sepenuhnya melaksanakan program stimulus fiskal paling lambat tanggal 26 Februari 2010.
(7)  Pengurangan pagu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaporkan dalam APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2010 dan atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
(8) Tata cara pemotongan pagu belanja diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 15
Pemerintah diberi kewenangan untuk melakukan pengeluaran dalam rangka memenuhi setiap kewajiban yang timbul sehubungan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht).

Pasal 16
(1) Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran belanja Pemerintah Pusat berupa:
a.   pergeseran anggaran belanja:
1)   antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran;
2)   antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi; dan/atau
3)   antarjenis belanja dalam satu kegiatan.
b.   perubahan anggaran belanja yang bersumber dari kelebihan realisasi di atas target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); dan
c.   perubahan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) sebagai akibat dari luncuran dan percepatan penarikan PHLN, termasuk hibah luar negeri setelah Undang-Undang mengenai APBN ditetapkan; ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di atas pagu APBN untuk perguruan tinggi yang bukan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan BLU ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Perubahan rincian belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang masih dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi.
(4) Perubahan rincian belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antarprovinsi/ kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat dan oleh instansi vertikalnya di daerah.
(5) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaporkan Pemerintah kepada DPR RI dalam APBN Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

Pasal 17
(1) Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a.   dana perimbangan; dan
b.   dana otonomi khusus dan penyesuaian.
(2) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp.306.023.418.400.000,00 (tiga ratus enam triliun dua puluh tiga miliar empat ratus delapan belas juta empat ratus ribu rupiah).
(3) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp16.399.613.680.000,00 (enam belas triliun tiga ratus sembilan puluh sembilan miliar enam ratus tiga belas juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah).

Pasal 18
(1) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a.   Dana bagi hasil;
b.   Dana alokasi umum; dan
c.   Dana alokasi khusus.
(2) Dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp81.404.801.400.000,00 (delapan puluh satu triliun empat ratus empat miliar delapan ratus satu juta empat ratus ribu rupiah).
(3) Terhadap kekurangan pembayaran Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi tahun 2008, dalam APBN-P 2010 diprioritaskan untuk dibayar minimal Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).
(4) Dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp203.485.234.500.000,00 (dua ratus tiga triliun empat ratus delapan puluh lima miliar dua ratus tiga puluh empat juta lima ratus ribu rupiah), termasuk DAU tambahan untuk tunjangan profesi guru sebesar Rp.10.994.892.500.000,00 (sepuluh triliun sembilan ratus sembilan puluh empat miliar delapan ratus sembilan puluh dua juta lima ratus ribu rupiah).
(5) Dana alokasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp21.133.382.500.000,00 (dua puluh satu triliun seratus tiga puluh tiga miliar tiga ratus delapan puluh dua juta lima ratus ribu rupiah).
(6)  Perhitungan dan pembagian lebih lanjut dana perimbangan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
(7)  Rincian dana perimbangan Tahun Anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.

Pasal 19
(1) Perhitungan dan pembagian dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) untuk 14 (empat belas) daerah otonom baru Tahun Anggaran 2008-2009 dialokasikan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.   Dana alokasi umum secara administrasi perhitungannya masih digabung dengan daerah induk;
b.   Dana alokasi khusus dihitung berdasarkan criteria umum dan kriteria khusus dari daerah induk sedangkan kriteria teknis berdasarkan ketersediaan data teknis dari departemen terkait dan secara administrasi alokasinya masih digabung dengan daerah induk;
c.   Dana bagi hasil dialokasikan kepada daerah otonom baru tahun 2009 sebagai pemerataan dari penerimaan yang berasal dari provinsi yang bersangkutan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana perimbangan bagi daerah otonom baru diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 20
(1) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a.   dana otonomi khusus; dan
b.   dana penyesuaian, yang terdiri atas:
1.   dana tambahan tunjangan guru pegawai negeri sipil daerah (PNSD);
2.   dana insentif daerah;
3.   kurang bayar DAK 2008; dan
4.   kurang bayar dana infrastruktur sarana dan prasarana (DISP) 2008.
(2) Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp.9.099.613.680.000,00 (sembilan triliun Sembilan puluh sembilan miliar enam ratus tiga belas juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah).
(3) Dana penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp.7.300.000.000.000,00 (tujuh triliun tiga ratus miliar rupiah).
(4) Dana insentif daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b butir 2 direncanakan sebesar Rp.1.387.800.000.000,00 (satu triliun tiga ratus delapan puluh tujuh miliar delapan ratus juta rupiah).
(5) Dana insentif daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pendidikan yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan mempertimbangkan kriteria tertentu.

Pasal 21
(1) Anggaran pendidikan adalah sebesar Rp.209.537.587.275.000,00 (dua ratus sembilan triliun lima ratus tiga puluh tujuh miliar lima ratus delapan puluh tujuh juta dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).
(2) Persentase anggaran pendidikan adalah sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen), yang merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap total anggaran belanja negara sebesar Rp.1.047.666.042.990.000,00 (satu kuadriliun empat puluh tujuh triliun enam ratus enam puluh enam miliar empat puluh dua juta sembilan ratussembilan puluh ribu rupiah).

Pasal 22
(1)  Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp.949.656.115.114.000,00 (sembilan ratus empat puluh sembilan triliun enam ratus lima puluh enam miliar seratus lima belas juta seratus empat belas ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), lebih kecil daripada jumlah anggaran belanja negara sebesar Rp.1.047.666.042.990.000,00 (satu kuadriliun empat puluh tujuh triliun enam ratus enam puluh enam miliar empat puluh dua juta Sembilan ratus sembilan puluh ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) sehingga dalam Tahun Anggaran 2010 terdapat defisit anggaran sebesar Rp.98.009.927.876.000,00 (sembilan puluh delapan triliun sembilan miliar sembilan ratus dua puluh tujuh juta delapan ratus tujuh puluh enam ribu rupiah) yang akan dibiayai dari pembiayaan defisit anggaran.
(2) Pembiayaan defisit anggaran Tahun Anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari sumber-sumber:
a.   pembiayaan dalam negeri sebesar Rp.107.891.435.453.000,00 (seratus tujuh triliun delapan ratus sembilan puluh satu miliar empat ratus tiga puluh lima juta empat ratus lima puluh tiga ribu rupiah); dan
b.   pembiayaan luar negeri neto sebesar negative Rp.9.881.507.577.000,00 (sembilan triliun delapan ratus delapan puluh satu miliar lima ratus tujuh juta lima ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah).
(3)  Rincian pembiayaan defisit anggaran Tahun Anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.

Pasal 23
(1) Dalam hal diperlukan tambahan anggaran belanja maksimal 2% (dua persen) dari belanja negara untuk kebutuhan belanja prioritas yang belum tersedia pagu anggarannya, Pemerintah dapat mengajukan perubahan APBN.
(2) Pembahasan dan penetapan perubahan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Badan Anggaran dalam waktu paling lambat 1 (satu) minggu dalam masa sidang, setelah perubahan APBN diajukan oleh Pemerintah kepada DPR RI.
(3) Perubahan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan paling lambat akhir Maret 2010 untuk kemudian disampaikan pada Laporan Semester Pertama pelaksanaan APBN 2010.

Pasal 24
(1) Pada pertengahan Tahun Anggaran 2010, Pemerintah menyusun laporan realisasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara Semester Pertama Tahun Anggaran 2010 mengenai:
a.   realisasi pendapatan negara dan hibah;
b.   realisasi belanja negara; dan
c.   realisasi pembiayaan defisit anggaran.
(2) Dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah menyertakan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat pada akhir bulan Juli 2010, untuk dibahas bersama antara DPR RI dan Pemerintah.

Pasal 25
(1) Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menyelesaikan piutang instansi Pemerintah yang dikelola/diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, khususnya piutang terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah, meliputi dan tidak terbatas pada restrukturisasi dan haircut piutang pokok sampai dengan 100% (seratus persen).
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 26
(1) Dalam hal realisasi penerimaan Negara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu, kekurangannya dapat ditalangi dari dana Saldo Anggaran Lebih (SAL), Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) atau penyesuaian belanja negara.
(2) Pemerintah dapat menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) untuk membiayai kebutuhan pengelolaan kas bagi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN), apabila dana tunai pengelolaan kas tidak cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan awal tahun anggaran berikutnya.
(3) Pemerintah dapat melakukan pembelian SBN untuk kepentingan stabilisasi pasar dengan tetap memperhatikan jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan.
(4) Dalam hal terdapat alternatif sumber pembiayaan dari utang yang lebih menguntungkan, Pemerintah dapat melakukan perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang tanpa menyebabkan perubahan pada total pembiayaan utang tunai.
(5) Dalam kondisi pasar keuangan yang memburuk sehingga menyebabkan kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil (yield) surat berharga negara secara signifikan, Pemerintah dapat melakukan penarikan pinjaman siaga baik dari kreditor bilateral maupun multilateral.
(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) ditetapkan dalam APBN Perubahan 2010 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2010.

Pasal 27
(1) Penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2010 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, apabila terjadi:
a.   perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN Tahun Anggaran 2010;
b.   perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
c.   keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarprogram, dan/atau antarjenis belanja;
d.   keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun-tahun anggaran sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun anggaran 2010.
(2) Saldo anggaran lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak termasuk saldo anggaran lebih yang merupakan saldo kas di badan layanan umum (BLU), yang penggunaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilaporkan dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
(3) Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum tahun anggaran 2010 berakhir.

Pasal 28
(1) Setelah Tahun Anggaran 2010 berakhir, Pemerintah menyusun pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 berupa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
(2) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
(3) Laporan realisasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan informasi pendapatan dan belanja negara secara akrual.
(4) Neraca sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyajikan aset dan kewajiban berdasarkan basis akrual.
(5) Penerapan pendapatan dan belanja negara secara akrual dalam laporan keuangan tahun 2010 dilaksanakan secara bertahap pada badan layanan umum.
(6) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
(7) Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, setelah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, paling lambat 6 (enam) bulan setelah Tahun Anggaran 2010 berakhir untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 29
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 15688

Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,
ttd
SETIO SAPTO NUGROHO



PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 47 TAHUN 2009
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2010

I.    UMUM
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2010 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2010 sebagaimana telah dibahas dan disepakati bersama, baik dalam Pembicaraan Pendahuluan maupun Pembicaraan Tingkat I Pembahasan RAPBN Tahun Anggaran 2010 antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selain itu, APBN Tahun Anggaran 2010 juga mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan politik yang berkembang dalam beberapa bulan terakhir, serta berbagai langkah kebijakan yang diperkirakan akan ditempuh dalam tahun 2010.
Dengan memperhatikan perkembangan faktor eksternal dan stabilitas ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2010 diperkirakan mencapai sekitar 5,5% (lima koma lima persen). Seiring pemulihan perekonomian global, Pemerintah akan berupaya agar realisasi pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan sesuai dengan asumsi tersebut. Melalui pertumbuhan konsumsi masyarakat yang diperkirakan masih cukup tinggi, dan iklim investasi yang semakin kondusif, diharapkan hal tersebut dapat menjadi daya tarik bagi para investor dalam negeri dan luar negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sementara itu, impor Indonesia akan lebih difokuskan pada barang modal sehingga dapat memicu perkembangan industri pengolahan dalam negeri.
Melalui kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang terkoordinasi, nilai tukar rupiah diperkirakan akan berada pada kisaran Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per satu dolar Amerika Serikat. Stabilitas nilai tukar rupiah ini mempunyai peranan penting terhadap pencapaian sasaran inflasi tahun 2010, dan perkembangan suku bunga perbankan. Dalam tahun 2010, dengan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah dan terjaminnya pasokan serta lancarnya arus distribusi kebutuhan bahan pokok, maka laju inflasi diperkirakan dapat ditekan pada tingkat 5,0% (lima koma nol persen).
Sejalan dengan itu, rata-rata suku bunga SBI 3 (tiga) bulan diperkirakan akan mencapai 6,5% (enam koma lima persen). Di lain pihak, dengan mempertimbangkan pertumbuhan permintaan minyak dunia yang mulai meningkat seiring dengan pemulihan pertumbuhan ekonomi dunia, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) di pasar internasional dalam tahun 2010 diperkirakan akan berada pada kisaran US$65,0 (enam puluh lima koma nol dolar Amerika Serikat) per barel, sedangkan tingkat lifting minyak mentah diperkirakan sekitar 965 (sembilan ratus enam puluh lima) ribu barel per hari.
Strategi pelaksanaan pembangunan Indonesia didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025. Pelaksanaan strategi RPJPN dibagi ke dalam empat tahap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang tiap-tiap tahap memuat rencana dan strategi pembangunan untuk lima tahun yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah. Selanjutnya, Presiden terpilih beserta anggota kabinet yang membantunya akan menuangkan visi, misi, dan rencana kerja pemerintahan untuk menjawab tantangan dan permasalahan aktual, sekaligus untuk mencapai sasaran-sasaran rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang yang telah disusun.
RPJMN tahap pertama telah selesai dengan berakhirnya masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu dan tahun 2010 merupakan tahun pertama dalam agenda RPJMN tahap kedua. Mengingat tahun 2010 merupakan tahun transisi pemerintahan, RPJMN 2010–2014 belum disusun. Sasaran pembangunan nasional yang tertuang dalam Bab IV dari lampiran Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 yang berisi: Berdasarkan pelaksanaan, pencapaian dan sebagai kelanjutan dari RPJMN ke-1 (2004-2009) maka RPJMN ke-2 (2010-2014) ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. Sementara itu, dalam rancangan awal RPJMN tahap kedua (2010-2014), kegiatan pembangunan akan diarahkan untuk beberapa tujuan, yaitu: (a) memantapkan penataan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia, (b) meningkatkan kualitas sumber daya manusia, (c) membangun kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan (d) memperkuat daya saing perekonomian. Upaya pencapaian tujuan-tujuan tersebut akan diimplementasikan melalui pencapaian sasaran pembangunan di tiap tahun dengan fokus yang berbeda, sesuai dengan tantangan dan kondisi yang ada. Fokus kegiatan tersebut diterjemahkan dalam rencana kerja Pemerintah (RKP) di tiap-tiap tahun.
Rencana Kerja Pemerintah tahun 2010 disusun berdasarkan tema “Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat” dan diterjemahkan ke dalam lima prioritas pembangunan, yaitu: (a) pemeliharaan kesejahteraan masyarakat miskin serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial; (b) peningkatan kualitas sumber daya manusia; (c) pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan keamanan nasional; (d) pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi; serta (e) peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas penanganan perubahan iklim. Pencapaian prioritas sasaran pembangunan tersebut akan diterjemahkan melalui program-program kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan Pemerintah di tahun 2010.
Dengan demikian, kebijakan alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat tahun 2010 diarahkan terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan mengurangi kemiskinan, di samping tetap menjaga stabilitas nasional, kelancaran kegiatan penyelenggaraan operasional pemerintahan, dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, prioritas alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam tahun 2010 akan difokuskan pada: (a) perbaikan penghasilan dan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan; (b) kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kebutuhan dasar operasional di setiap kementerian negara/lembaga; (c) melanjutkan program pengentasan kemiskinan melalui program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) Mandiri, bantuan operasional sekolah (BOS), program keluarga harapan (PKH), dan jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas); (d)       meningkatkan alokasi program kementerian negara/lembaga untuk peningkatan produksi pangan, infrastruktur dan energi alternatif; (e) pengurangan subsidi BBM melalui efisiensi di PT Pertamina dan PT PLN; serta (f)       melanjutkan rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah pascabencana alam.
Selanjutnya, APBN juga diarahkan untuk melaksanakan amanat konstitusi dalam rangka memenuhi hak warga negara atas: (a) pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; (b) hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan; dan (c)       jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat, dan mendapat pendidikan yang layak. Di samping itu, keseimbangan pembangunan, termasuk di dalamnya penganggaran, perlu tetap harus dijaga agar dapat mencapai prioritas-prioritas perbaikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dan pelaksanaan tugas kenegaraan yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Selanjutnya, sesuai dengan amanat UUD 1945 Amendemen Keempat, negara memprioritaskan APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, dengan mengalokasikan sekurang-kurangnya 20,0% (dua puluh koma nol persen) dari APBN dan APBD untuk pendidikan nasional. Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen) tersebut di samping untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945 Amendemen Keempat, juga dalam rangka memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008 Nomor 13/PUU-VI/2008. Menurut putusan Mahkamah Konstitusi, Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 20,0% (dua puluh koma nol persen) untuk pendidikan. Selain itu, Pemerintah dan DPR memprioritaskan pengalokasian anggaran pendidikan 20,0% (dua puluh koma nol persen) dari APBN Tahun Anggaran 2010 agar UU APBN Tahun Anggaran 2010 yang memuat anggaran pendidikan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan sejalan dengan amanat UUD 1945 Amendemen Keempat. Hal tersebut harus diwujudkan dengan sungguh-sungguh, agar Mahkamah Konstitusi tidak menyatakan bahwa keseluruhan APBN yang tercantum dalam UU APBN Tahun Anggaran 2010 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat yang disebabkan oleh adanya bagian dari UU APBN, yaitu mengenai anggaran pendidikan yang bertentangan dengan UUD 1945 Amendemen Keempat.
Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggung jawab juga diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara proporsional, demokratis, adil dan transparan, dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah melalui reformulasi kebijakan dana perimbangan dan kebijakan lain terkait dengan transfer ke daerah. Sejalan dengan hal tersebut, penerapan kebijakan transfer ke daerah dalam tahun 2010 ditujukan untuk: (a) terus melaksanakan desentralisasi fiskal untuk menunjang pelaksanaan otonomi daerah secara konsisten; (b) mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan daerah serta antardaerah; (c) mengurangi kesenjangan dan perbaikan pelayanan publik di daerah; dan (d) mengalihkan secara bertahap sebagian anggaran kementerian negara/lembaga yang digunakan untuk mendanai kegiatan yang sudah menjadi urusan daerah ke DAK.
Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah tersebut, diperlukan sumber-sumber pendapatan Negara dan pembiayaan anggaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi besaran pendapatan negara dalam APBN Tahun Anggaran 2010, baik penerimaan perpajakan maupun PNBP, yaitu kondisi ekonomi makro, realisasi pendapatan pada tahun sebelumnya, kebijakan yang dilakukan dalam bidang tarif, subjek dan objek pengenaan, perbaikan dan efektivitas administrasi pemungutan, serta reformasi di bidang perpajakan.
Terdapat beberapa hal yang cukup signifikan pengaruhnya pada perhitungan target pendapatan tahun 2010, yaitu adanya amendemen Undang-Undang PPh dan Undang-Undang PPN. Amendemen Undang-Undang tersebut meliputi Undang-Undang PPN, peningkatan PTKP sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen), serta penurunan tarif PPh Orang Pribadi dan Badan yang diperkirakan akan memberikan dampak pada penurunan penerimaan perpajakan (tax potential loss).
Langkah-langkah kebijakan perpajakan yang diambil dalam tahun 2010 antara lain: (a) ekstensifikasi seperti penambahan subyek pajak orang pribadi, pemajakan surplus BI; (b) intensifikasi seperti mapping dan benchmarking pemantapan profile seluruh wajib pajak, pembuatan profile high rise building, dan pengawasan intensif wajib pajak orang pribadi potensial; (c) kegiatan-kegiatan pasca sunset policy seperti enforcement melalui penagihan, pemeriksaan dan penyidikan dan juga pembinaan melalui tax education (WP baru), maintenance, serta pelayanan; (d) penurunan tarif bea masuk (rata-rata tertimbang); dan (e) penyesuaian tarif bea keluar berdasarkan perkembangan harga CPO internasional.
Sementara itu, kebijakan dan langkah-langkah yang akan ditempuh Pemerintah dalam mencapai target PNBP tahun 2010 meliputi: (1)   mengoptimalkan penerimaan dari sektor migas melalui peningkatan produksi/lifting minyak mentah dan efisiensi dalam cost recovery; (2) meningkatkan produksi komoditas tambang dan mineral serta perbaikan peraturan di sektor pertambangan; (3) menggali potensi penerimaan di sektor kehutanan dengan tetap mempertimbangkan program kelestarian lingkungan hidup; (4) mengoptimalkan deviden BUMN dengan tetap mempertimbangkan peningkatan efisiensi dan kinerja BUMN melalui optimalisasi investasi (capital expenditure); dan (5) meningkatkan kinerja pelayanan dan administrasi pada PNBP K/L.
Di lain pihak, optimalisasi penerimaan hibah akan dilakukan, antara lain melalui pemantauan (monitoring) pencairan atas komitmen para donor dalam rangka hibah, khususnya untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah yang terkena musibah bencana serta reevaluasi peraturanperaturan tentang tata cara pengadaan/pengelolaan hibah sehingga seluruh pengelolaan hibah memiliki arah yang lebih jelas dan tercatat dalam perhitungan APBN.
Selanjutnya, kebijakan umum pembiayaan anggaran, antara lain dititikberatkan pada penetapan sasaran surplus/defisit anggaran berdasarkan proyeksi penerimaan negara maupun rencana alokasi belanja negara. Berdasarkan proyeksi dan berbagai langkah kebijakan di atas, dalam APBN Tahun Anggaran 2010 diperkirakan masih terdapat deficit anggaran. Sebagian besar defisit tersebut akan dibiayai dari surat berharga negara (SBN) dan pinjaman luar negeri. Untuk menutupi defisit tersebut, dilakukan dengan cara mengedepankan prinsip-prinsip kemandirian dalam pembiayaan anggaran, dengan lebih memprioritaskan pendanaan yang tersedia, dengan memperhitungkan biaya dan risiko yang diupayakan serendah mungkin yang bersumber dari dalam negeri.
Terkait hal tersebut, strategi pembiayaan anggaran harus dilakukan secara hati-hati agar sumber-sumber pembiayaan anggaran tersebut dapat digunakan seoptimal mungkin guna menghindari terjadinya beban fiskal di masa mendatang yang berpotensi mengganggu kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). Selain itu, strategi pembiayaan anggaran harus diimplementasikan secara terkoordinasi agar dapat tercapai pengelolaan fiskal secara prudent, kebijakan moneter yang kredibel, pengelolaan utang yang sehat, dan pengelolaan kas yang efisien.

II.   PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penerimaan perpajakan sebesar Rp742.738.045.000.000,00 (tujuh ratus empat puluh dua triliun tujuh ratus tiga puluh delapan miliar empat puluh lima juta rupiah) terdiri atas:

(dalam rupiah)
411     Pendapatan pajak dalam negeri                                                                                     715.534.543.000.000,00
4111   Pendapatan pajak penghasilan (PPh)                                                                     350.957.982.000.000,00
41111     Pendapatan PPh migas                                                                             47.023.410.000.000,00
411111       Pendapatan PPh minyak bumi                                               18.138.110.000.000,00
411112       Pendapatan PPh gas alam                                                      28.885.300.000.000,00
41112     Pendapatan PPh nonmigas                                                                     303.170.849.000.000,00
411121       Pendapatan PPh Pasal 21                                                      61.573.357.000.000,00
411122       Pendapatan PPh Pasal 22                                                        5.893.812.000.000,00
411123       Pendapatan PPh Pasal 22 impor                                            29.834.213.000.000,00
411124       Pendapatan PPh Pasal 23                                                      21.517.191.000.000,00
411125       Pendapatan PPh Pasal 25/29 orang pribadi                             4.295.864.000.000,00
411126       Pendapatan PPh Pasal 25/29 badan                                    132.383.494.000.000,00
411127       Pendapatan PPh Pasal 26                                                      17.715.756.000.000,00
411128       Pendapatan PPh final                                                              29.957.162.000.000,00
41113     Pendapatan PPh fiskal                                                                                    763.723.000.000,00
411131       Pendapatan PPh fiskal luar negeri                                               763.723.000.000,00
4112   Pendapatan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas
barang mewah                                                                                                        269.537.049.000.000,00
4113   Pendapatan pajak bumi dan bangunan                                                                    26.506.421.000.000,00
4114   Pendapatan BPHTB                                                                                                    7.392.899.000.000,00
4115   Pendapatan Cukai                                                                                                     57.289.169.000.000,00
41151     Pendapatan Cukai                                                                                      57.289.169.000.000,00
411511   Pendapatan Cukai Hasil Tembakau                                           55.926.553.000.000,00
411512   Pendapatan Cukai Ethyl Alkohol                                                     520.196.000.000,00
411513   Pendapatan Cukai Minuman Mengandung
Ethyl Alkohol                                                                                    842.420.000.000,00
4116   Pendapatan pajak lainnya                                                                                           3.851.023.000.000,00

412     Pendapatan pajak perdagangan internasional 27.203.502.000.000,00
4121   Pendapatan bea masuk                                                                                            19.569.865.000.000,00
4122   Pendapatan bea keluar                                                                                               7.633.637.000.000,00

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Sambil menunggu dilakukannya perubahan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, dan dalam rangka mempercepat penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan, dapat dilakukan pengurusan piutangnya melalui mekanisme pengelolaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.
Sedangkan terkait dengan pemberian kewenangan kepada RUPS, penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan didasarkan pada ketentuan perundang-undangan di bidang badan usaha milik negara.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Pemberian margin kepada PT.PLN (Persero) tahun anggaran 2009 ditetapkan sebesar 5% (lima persen).
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Ayat (13)
Penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp.205.411.304.114.000,00 (dua ratus lima triliun empat ratus sebelas miliar tiga ratus empat juta seratus empat belas ribu rupiah) terdiri atas:

(dalam rupiah)
421     Penerimaan sumber daya alam                                                                                                                                            132.030.206.894.000,00
4211   Pendapatan minyak bumi                                                                                        89.226.510.000.000,00
42111     Pendapatan minyak bumi                                                                         89.226.510.000.000,00
4212   Pendapatan gas bumi                                                                                              31.303.240.000.000,00
42121     Pendapatan gas bumi                                                                               31.303.240.000.000,00
4213   Pendapatan pertambangan umum                                                                            8.231.620.894.000,00
421311   Pendapatan iuran tetap                                                                                  117.583.611.000,00
421312   Pendapatan royalti                                                                                      8.114.037.283.000,00
4214   Pendapatan kehutanan                                                                                              2.874.416.000.000,00
42141     Pendapatan dana reboisasi                                                                         1.631.650.000.000,00
42142     Pendapatan provisi sumber daya hutan                                                     1.123.025.000.000,00
42143     Pendapatan IIUPH                                                                                           19.741.000.000,00
421431   Pendapatan IIUPH tanaman industri                                                     741.000.000,00
421434   Pendapatan IUIPH hutan alam                                                         19.000.000.000,00
42144     Pendapatan penggunaan kawasan hutan                                                      100.000.000.000,00
421441   Pendapatan penggunaan kawasanhutan untuk
kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan                 100.000.000.000,00
4215   Pendapatan perikanan                                                                                                  150.000.000.000,00
421511   Pendapatan perikanan                                                                                   150.000.000.000,00
4216   Pendapatan pertambangan panas bumi                                                                       244.420.000.000,00
421611   Pendapatan pertambangan panas bumi                                                        244.420.000.000,00

422     Pendapatan Bagian Laba BUMN                                                                                     24.000.000.000.000,00
4221   Bagian Pemerintah atas laba BUMN                                                                       24.000.000.000.000,00

423     Pendapatan PNBP Lainnya                                                                                              39.894.220.171.000,00
4231   Pendapatan penjualan dan sewa                                                                             13.949.497.483.000,00
42311     Pendapatan penjualan hasil produksi/sitaan                                               6.971.514.760.000,00
423111   Pendapatan penjualan hasil pertanian, kehutanan,
dan perkebunan                                                                                  4.789.531.000,00
423112   Pendapatan penjualan hasil peternakan dan perikanan                   19.301.289.000,00
423113   Pendapatan penjualan hasil tambang                                          6.861.420.375.000,00
423114   Pendapatan penjualan hasil sitaan/rampasan dan
harta peninggalan                                                                              22.620.558.000,00
423115   Pendapatan penjualan obat-obatan dan hasil
farmasi lainnya                                                                                  12.428.725.000,00
423116   Pendapatan penjualan informasi,penerbitan, film,
survei, pemetaan dan hasil cetakan lainnya                                     47.330.848.000,00
423117   Penjualan dokumen-dokumen pelelangan                                            422.755.000,00
423119   Pendapatan penjualan lainnya                                                            3.200.679.000,00
42312     Pendapatan penjualan aset                                                                              44.195.477.000,00
423121   Pendapatan penjualan rumah, gedung, bangunan,
dan tanah                                                                                                323.813.000,00
423122   Pendapatan penjualan kendaraan bermotor                                       1.288.763.000,00
423123   Pendapatan penjualan sewa beli                                                       40.628.701.000,00
423129   Pendapatan penjualan aset lainnya yang berlebih/
rusak/dihapuskan                                                                                1.954.200.000,00
42313     Pendapatan penjualan dari kegiatan hulu migas                                        6.840.930.000.000,00
423132   Pendapatan minyak mentah DMO                                              6.840.930.000.000,00
42314     Pendapatan sewa                                                                                             92.857.246.000,00
423141   Pendapatan sewa rumah dinas/rumah negeri                                  33.919.110.000,00
423142  Pendapatan sewa gedung, bangunan, dan gudang                           44.457.438.000,00
423143  Pendapatan sewa benda-benda bergerak                                           4.385.814.000,00
423149  Pendapatan sewa benda-benda tak bergerak lainnya                      10.094.884.000,00
4232   Pendapatan jasa                                                                                                       19.501.461.817.000,00
42321     Pendapatan jasa I                                                                                      13.303.063.042.000,00
423211   Pendapatan rumah sakit dan instansikesehatan lainnya                  75.603.726.000,00
423212   Pendapatan tempat hiburan/taman/ museum dan
pungutan usaha pariwisata alam (PUPA)                                         14.431.240.000,00
423213   Pendapatan surat keterangan, visa, paspor,SIM, STNK,
dan BPKB                                                                                     1.281.211.064.000,00
423214   Pendapatan hak dan perizinan                                                     8.636.457.549.000,00
423215   Pendapatan sensor/karantina, pengawasan/
pemeriksaan                                                                                      90.661.422.000,00
423216   Pendapatan jasa tenaga, pekerjaan, informasi,
pelatihan, teknologi, pendapatan BPN, pendapatan
DJBC (jasa pekerjaan dari cukai)                                                2.400.098.424.000,00
423217   Pendapatan jasa Kantor Urusan Agama                                          80.365.500.000,00
423218   Pendapatan jasa bandar udara, kepelabuhanan,
dan kenavigasian                                                                            724.234.117.000,00
42322     Pendapatan jasa II                                                                                          780.122.266.000,00
423221   Pendapatan jasa lembaga keuangan (jasa giro)                               76.130.052.000,00
423222   Pendapatan jasa penyelenggaraan telekomunikasi                       580.963.233.000,00
423225   Pendapatan biaya penagihan pajak-pajak negara
dengan surat paksa                                                                             4.026.275.000,00
423226   Pendapatan uang pewargenegaraan                                                  3.500.000.000,00
423227   Pendapatan bea lelang                                                                      44.047.706.000,00
423228   Pendapatan biaya pengurusan piutang dan lelang negara               67.705.000.000,00
423229   Pendapatan registrasi dokter dan dokter gigi                                      3.750.000.000,00
42323     Pendapatan jasa luar negeri                                                                           399.007.610.000,00
423231   Pendapatan dari pemberian surat perjalanan
Republik Indonesia                                                                          103.245.960.000,00
423232   Pendapatan dari jasa pengurusan dokumen konsuler                    289.750.400.000,00
423239   Pendapatan rutin lainnya dari luar negeri                                            6.011.250.000,00
42324     Pendapatan layanan jasa perbankan                                                                           770.000,00
423241   Pendapatan layanan jasa perbankan                                                            770.000,00
42325     Pendapatan atas pengelolaan rekening tunggal Perbendaharaan
(treasury single account/TSA) dan/atau atas penempatan
uang negara                                                                                                3.008.103.524.000,00
423251   Pendapatan lainnya dalam rangka TSA                                             8.103.524.000,00
423254   Pendapatan dari penempatan uang Negara                                3.000.000.000.000,00
42326     Pendapatan jasa kepolisian                                                                         1.988.623.375.000,00
423261   Pendapatan surat izin mengemudi (SIM)                                       754.875.000.000,00
423262   Pendapatan surat tanda nomor kendaraan (STNK)                       425.000.000.000,00
423263   Pendapatan surat tanda coba kendaraan (STCK)                                367.500.000,00
423264   Pendapatan buku pemiliki kendaraan bermotor (BPKB)               567.700.000.000,00
423265   Pendapatan tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB)                214.000.000.000,00
423266   Pendapatan tes klinik pengemudi (Klipeng)                                      25.000.000.000,00
423267   Pendapatan pemberian izin senjata api (Senpi)                                  1.680.875.000,00
42329     Pendapatan jasa lainnya                                                                                  22.541.230.000,00
423291   Pendapatan jasa lainnya                                                                   22.541.230.000,00
4233   Pendapatan bunga                                                                                                     1.674.741.000.000,00
42331     Pendapatan bunga                                                                                      1.674.741.000.000,00
423313   Pendapatan bunga dari piutang dan penerusan pinjaman           1.674.740.000.000,00
423319   Pendapatan bunga lainnya                                                                         1.000.000,00
4234   Pendapatan kejaksaan dan peradilan                                                                             27.645.342.000,00
42341     Pendapatan kejaksaan dan peradilan                                                              27.645.342.000,00
423411   Pendapatan legalisasi tanda tangan                                                       450.000.000,00
423412   Pendapatan pengesahan surat di bawah tangan                                   150.000.000,00
423413   Pendapatan uang meja (leges) dan upah pada
panitera badan pengadilan (peradilan)                                                   150.000.000,00
423414   Pendapatan hasil denda/tilang dan sebagainya                                19.012.000.000,00
423415   Pendapatan ongkos perkara                                                               7.635.842.000,00
423419   Pendapatan kejaksaan dan peradilan lainnya                                       247.500.000,00
4235   Pendapatan pendidikan                                                                                              4.150.842.462.000,00
42351     Pendapatan pendidikan                                                                               4.150.842.462.000,00
423511   Pendapatan uang pendidikan                                                       3.292.090.864.000,00
423512   Pendapatan uang ujian masuk,
kenaikan tingkat, dan akhir pendidikan                                                            79.682.052.000,00
423513   Pendapatan uang ujian untuk menjalankan praktik                          32.712.544.000,00
423519   Pendapatan pendidikan lainnya                                                      746.357.002.000,00
4236   Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi                                                     49.020.000.000,00
42361     Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi                                      49.020.000.000,00
423611   Pendapatan uang sitaan hasil korupsi yang telah
ditetapkan pengadilan                                                                         8.224.800.000,00
423612   Pendapatan gratifikasi yang ditetapkan KPK menjadi
milik negara                                                                                         2.000.000.000,00
423614   Pendapatan uang pengganti tindak pidana korupsi
yang ditetapkan di pengadilan                                                           38.795.200.000,00
4237   Pendapatan iuran dan denda                                                                                        526.796.886.000,00
42371     Pendapatan iuran badan usaha                                                                     473.300.830.000,00
423711   Pendapatan iuran badan usaha dari kegiatan
penyediaan dan pendistribusian BBM                                             345.385.414.000,00
423712   Pendapatan iuran badan usaha dari kegiatan usaha
pengangkutan gas bumi melalui pipa                                                87.915.416.000,00
423713   Iuran badan usaha di bidang pasar modal dan
lembaga keuangan                                                                            40.000.000.000,00
42372     Pendapatan dana pengamanan hutan                                                             16.638.431.000,00
423721   Pendapatan dana pengamanan hutan                                              16.638.431.000,00
42373     Pendapatan dari perlindungan hutan dan konservasi alam                             34.524.511.000,00
423731   Pendapatan iuran menangkap/mengambil/ mengangkut
satwa liar/mengambil/ mengangkut tumbuhan alam hidup
atau mati                                                                                              7.150.000.000,00
423732   Pungutan izin pengusahaan pariwisata alam (PIPPA)                       1.056.374.000,00
423735   Pungutan masuk objek wisata alam                                                 25.680.137.000,00
423736   Iuran hasil usaha pengusahaan pariwisata alam (IHUPA)                    638.000.000,00
42375     Pendapatan denda                                                                                             2.333.114.000,00
423752   Pendapatan denda keterlambatan penyelesaian
pekerjaan Pemerintah                                                                         2.333.114.000,00
4239   Pendapatan lain-lain                                                                                                        14.215.181.000,00
42391     Pendapatan dari penerimaan kembali tahun
anggaran yang lalu                                                                                             8.355.130.000,00
423911   Penerimaan kembali belanja pegawai pusat TAYL                            2.414.521.000,00
423912   Penerimaan kembali belanja pensiun TAYL                                              6.167.000,00
423913   Penerimaan kembali belanja lainnya rupiah murni TAYL                   3.664.416.000,00
423914   Penerimaan kembali belanja lain pinjaman luar negeri TAYL     3.000.000,00
423915   Penerimaan kembali belanja lain hibah TAYL                                           2.000.000,00
423919   Penerimaan kembali balanja lainnya TAYL                                        2.265.026.000,00
42392     Pendapatan pelunasan piutang                                                                          2.917.202.000,00
423921   Pendapatan pelunasan piutang non bendahara                                       45.590.000,00
423922   Pendapatan pelunasan ganti rugi atas kerugian
yang diderita oleh Negara (masuk TP/TGR) bendahara                    2.871.612.000,00
42399     Pendapatan lain-lain                                                                                           2.942.849.000,00
423991   Penerimaan kembali persekot/uang muka gaji                                  1.630.133.000,00
423999   Pendapatan anggaran lain-lain                                                            1.312.716.000,00

424     Pendapatan badan layanan umum                                                                                    9.486.877.049.000,00
4241   Pendapatan jasa layanan umum                                                                               8.734.592.860.000,00
42411     Pendapatan penyediaan barang dan jasa kepada masyarakat                 8.215.786.529.000,00
424111   Pendapatan jasa pelayanan rumah sakit                                     3.613.150.998.000,00
424112   Pendapatan jasa pelayanan pendidikan                                      2.932.996.003.000,00
424113   Pendapatan jasa pelayanan tenaga, pekerjaan,
informasi, pelatihan dan teknologi                                                     45.404.497.000,00
424114   Pendapatan jasa pencetakan                                                              2.845.790.000,00
424115   Pendapatan jasa bandar udara, kepelabuhan, dan
kenavigasian                                                                                                                  0
424116   Pendapatan jasa penyelenggaraan telekomunikasi                    1.433.103.837.000,00
424117   Pendapatan jasa pelayanan pemasaran                                             3.500.000.000,00
424119   Pendapatan jasa penyediaan barang dan jasa lainnya                   184.785.404.000,00
42412     Pendapatan dari pengelolaan wilayah/ kawasan tertentu                              158.482.305.000,00
424123   pendapatan pengelolaan fasilitas umum milik Pemerintah                     27.600.000,00
424129   Pendapatan pengelolaan kawasan lainnya                                     158.454.705.000,00
42413     Pengelolaan dana khusus untuk masyarakat                                                360.324.026.000,00
424133   pendapatan Program modal ventura                                                  3.437.496.000,00
424134   Pendapatan program dana bergulir sektoral                                     47.030.126.000,00
424135   Pendapatan program dana bergulir syariah                                        2.501.353.000,00
424136   Pendapatan investasi                                                                      304.942.751.000,00
424139   Pendapatan pengelolaan dana khusus lainnya                                   2.412.300.000,00
4242   Pendapatan hibah badan layanan umum                                                                     102.868.085.000,00
42421     Pendapatan hibah terkait                                                                               101.768.085.000,00
424211   Pendapatan hibah terikat dalam negeri perorangan                              351.750.000,00
424212   Pendapatan hibah terikat dalam negeri lembaga/
badan usaha                                                                                      19.296.335.000,00
424213   Pendapatan hibah terikat dalam negeri pemda                                  4.000.000.000,00
424216   Pendapatan hibah terikat luar negeri-negara                                    78.120.000.000,00
42422     Pendapatan hibah tidak terkait                                                                           1.100.000.000,00
424221   Pendapatan hibah tidak terikat dalam negeri perorangan                       75.000.000,00
424229   Pendapatan hibah tidak terikat lainnya                                               1.025.000.000,00
4243   Pendapatan hasil kerja sama BLU                                                                                520.282.927.000,00
42431     Pendapatan hasil kerja sama BLU                                                                 520.282.927.000,00
424311   Pendapatan hasil kerja perorangan                                                    4.782.600.000,00
424312   Pendapatan hasil kerja sama lembaga/badan usaha                     513.000.327.000,00
424313   Pendapatan hasil kerja sama pemerintah daerah                              2.500.000.000,00
4249   Pendapatan BLU Lainnya                                                                                             129.133.177.000,00
42491     Pendapatan BLU Lainnya                                                                              129.133.177.000,00
424911   Pendapatan jasa layanan perbankan BLU                                     129.133.177.000,00

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis belanja sebesar Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah), termasuk hibah Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah sebesar Rp7.100.000.000.000,00 (tujuh triliun seratus miliar rupiah), yang diberikan kepada daerah tertentu dengan kriteria tertentu.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kebijakan penghematan BBM bersubsidi antara lain melalui:
(a) penerapan secara bertahap sistem pendistribusian BBM bersubsidi dengan pola tertutup;
(b) melanjutkan program pengalihan penggunaan minyak tanah ke LPG tabung 3 (tiga) Kg; dan (c) Peningkatan pengawasan pendistribusian BBM bersubsidi.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Tarif yang bertujuan untuk mendorong penghematan tenaga listrik, antara lain daya max plus. Sedangkan pelayanan khusus adalah kesepakatan tingkat layanan tertentu antara PT PLN (Persero) dengan pelanggan.
Huruf d
Pemerintah yang dimaksud pada ayat ini adalah Menteri yang bidang tugasnya bertanggung jawab di bidang energi, sedangkan DPR RI adalah komisi yang membidangi energi.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 14
Ayat (1)
Anggaran belanja stimulus fiskal tahun 2009 adalah sebesar Rp.12.200.000.000.000,00 (dua belas triliun dua ratus miliar rupiah), yang terdiri atas:
a.   Tambahan anggaran stimulus fiskal yang dialokasikan untuk kementerian negara/lembaga sebesar Rp10.945.000.000.000,00 (sepuluh triliun sembilan ratus empat puluh lima miliar rupiah),
b.   Subsidi sebesar Rp755.000.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh lima miliar rupiah),
c. Penyertaan modal negara sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “hasil optimalisasi” adalah hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu kegiatan yang target sasarannya telah dicapai. Hasil lebih atau sisa dana tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk meningkatkan sasaran ataupun untuk kegiatan lainnya dalam program yang sama.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “perubahan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)” adalah kelebihan realisasi penerimaan dari target yang direncanakan dalam APBN. Peningkatan penerimaan tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh kementerian negara/lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan izin penggunaan yang berlaku.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN)” adalah peningkatan pagu PHLN sebagai akibat adanya luncuran pinjaman proyek dan hibah luar negeri yang bersifat multi years dan/atau percepatan penarikan pinjaman yang sudah disetujui dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan pinjaman luar negeri. Perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) tersebut termasuk (a) hibah luar negeri dan hibah yang diterushibahkan yang diterima setelah APBN 2010 ditetapkan, (b) penerusan pinjaman, dan (c) pinjaman yang diterushibahkan. Akan tetapi, perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) tersebut tidak termasuk pinjaman proyek baru dan penerusan pinjaman baru yang belum dialokasikan dalam APBN 2010 serta pinjaman luar negeri yang bersumber dari pinjaman komersial dan fasilitas kredit ekspor, yang bukan merupakan kelanjutan multi years project.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “dilaporkan pelaksanaannya dalam APBN Perubahan” adalah melaporkan perubahan rincian/pergeseran anggaran belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan sebelum APBN Perubahan 2010 kepada DPR. Sedangkan yang dimaksud dengan “dilaporkan pelaksanaannya dalam laporan keuangan Pemerintah Pusat” adalah melaporkan perubahan rincian/pergeseran anggaran belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan sepanjang tahun 2010 setelah APBN Perubahan 2010 kepada DPR.

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Dalam rangka perhitungan DAU Tahun Anggaran 2010, Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto merupakan hasil perhitungan antara pendapatan dalam negeri yang merupakan hasil penjumlahan dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak, dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah yaitu dana bagi hasil (DBH), anggaran belanja yang sifatnya diarahkan (earmarked) berupa belanja PNBP Kementerian Negara/Lembaga, subsidi pajak, serta beberapa subsidi lainnya yang terdiri atas subsidi BBM, subsidi listrik, subsidi pupuk, subsidi pangan, dan subsidi benih yang dihitung berdasarkan bobot/persentase tertentu.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Dana perimbangan sebesar Rp306.023.418.400.000,00 (tiga ratus enam triliun dua puluh tiga miliar empat ratus delapan belas juta empat ratus ribu rupiah), terdiri atas:

(dalam rupiah)
1.     Dana Bagi Hasil (DBH)                                                                                                  81.404.801.400.000,00
a.     DBH Pajak                                                                                                               46.921.445.900.000,00
(1)   DBH Pajak Penghasilan                                                                                   13.173.844.200.000,00
-      Pajak penghasilan Pasal 21                                                                      12.314.671.400.000,00
-      Pajak penghasilan Pasal 25/29 orang pribadi                                                859.172.800.000,00
(2)   DBH Pajak Bumi dan Bangunan                                                                      25.236.171.600.000,00
(3)   DBH Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan                                        7.392.899.000.000,00
(4)   DBH Cukai                                                                                                          1.118.531.100.000,00
b.     DBH Sumber Daya Alam                                                                                        34.483.355.500.000,00
(1)   DBH SDA Migas                                                                                               26.015.650.000.000,00
-      DBH minyak bumi                                                                                     14.078.470.000.000,00
-      DBH SDA gas bumi                                                                                    9.937.180.000.000,00
-      Sebagian kurang bayar DBH migas tahun 2008                                        2.000.000.000.000,00
(2)   DBH SDA Pertambangan Umum                                                                      6.585.296.700.000,00
-      Iuran Tetap                                                                                                       94.066.900.000,00
-      Royalti                                                                                                         6.491.229.800.000,00
(3)   DBH SDA Kehutanan                                                                                         1.566.872.800.000,00
-      Provisi Sumber Daya Hutan                                                                          898.420.000.000,00
-      Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan                                                              15.792.800.000,00
-      Dana Reboisasi                                                                                              652.660.000.000,00
(4)   DBH SDA Perikanan                                                                                             120.000.000.000,00
(5)   DBH Pertambangan Panas Bumi                                                                         195.536.000.000,00

2.     Dana Alokasi Umum (DAU)                                                                                                                                        203.485.234.500.000,00
a.     DAU Murni                                                                                                                                 192.490.342.000.000,00
b.     DAU Tambahan untuk tunjangan profesi guru                                                        10.994.892.500.000,00

3.     Dana Alokasi Khusus (DAK)                                                                                        21.133.382.500.000,00

Pasal 19
Ayat (1)
a.   Terhadap daerah yang mengalami koreksi luas wilayah yang signifikan dan yang mengalami dampak pemekaran, diberikan dana penyeimbang untuk menjaga kesinambungan dan stabilitas fiskal daerah.
b.   Agar selanjutnya dilakukan revisi atas undang-undang pembentukan daerahnya untuk mengoreksi luas wilayah sesuai dengan kondisi riil yang ada.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dana otonomi khusus sebesar Rp9.099.613.680.000,00 (Sembilan triliun sembilan puluh sembilan miliar enam ratus tiga belas juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah) terdiri atas:
1.   Alokasi dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat sebesar Rp.3.849.806.840.000,00 (tiga triliun delapan ratus empat puluh sembilan miliar delapan ratus enam juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) yang disepakati untuk dibagi masing-masing dengan proporsi 70 persen untuk Papua dan 30 persen untuk Papua Barat dengan rincian sebagai berikut:
a.   Dana otonomi khusus Provinsi Papua sebesar Rp.2.694.864.788.000,00 (dua triliun enam ratus Sembilan puluh empat miliar delapan ratus enam puluh empat juta tujuh ratus delapan puluh delapan ribu rupiah).
b.   Dana otonomi khusus Provinsi Papua Barat sebesar Rp.1.154.942.052.000,00 (satu triliun seratus lima puluh empat miliar sembilan ratus empat puluh dua juta lima puluh dua ribu rupiah).
Penggunaan dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat diutamakan untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi Undang-undang. Dana otonomi khusus Provinsi Papua tersebut dibagikan kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, yang jumlahnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu dana alokasi umum (DAU) secara nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002. Pengelolaan dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat dimaksud tetap mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku.
2.   Alokasi dana otonomi khusus Aceh sebesar Rp.3.849.806.840.000,00 (tiga triliun delapan ratus empat puluh sembilan miliar delapan ratus enam juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah). Dana otonomi khusus Aceh diarahkan penggunaannya untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu dana alokasi umum (DAU) secara nasional, dan untuk tahun keenam belas sampai tahun kedua puluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dari pagu dana alokasi umum (DAU) secara nasional.
Dana otonomi khusus NAD direncanakan, dilaksanakan, serta dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Provinsi NAD dan merupakan bagian yang utuh dari anggaran pendapatan dan belanja Aceh (APBA). Perencanaan sebagian besar dari penggunaan dana otonomi khusus tersebut direncanakan bersama oleh Pemerintah Provinsi NAD dengan masingmasing pemerintah kabupaten/kota dalam Pemerintah Provinsi NAD serta merupakan lampiran dari APBA.
3.   Dana tambahan infrastruktur dalam rangka otonomi khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp.1.400.000.000.000,00 (satu trilun empat ratus miliar rupiah), terutama ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang.
Dana tambahan infrastruktur tersebut diperuntukkan bagi Provinsi Papua sebesar Rp800.000.000.000,00 (delapan ratus miliar rupiah) dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp.600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah).
Pencairan dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua Barat tahun anggaran 2010 sebesar Rp.600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah) tersebut dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan penyerapan dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua Barat tahun anggaran 2009, yang diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan.
Ayat (3)
Dana penyesuaian sebesar Rp.7.300.000.000.000,00 (tujuh triliun tiga ratus miliar rupiah) terdiri atas:
a.   Dana tambahan tunjangan guru PNSD sebesar Rp.5.800.000.000.000,00 (lima triliun delapan ratus miliar rupiah).
b.   Dana insentif bagi daerah sebesar Rp.1.387.800.000.000,00 (satu triliun tiga ratus delapan puluh tujuh miliar delapan ratusjuta rupiah).
c.   Kurang bayar DAK 2008 sebesar Rp.80.200.000.000,00 (delapan puluh miliar dua ratus juta rupiah).
d.   Kurang bayar DISP 2008 sebesar Rp.32.000.000.000,00 (tiga puluh dua miliar rupiah).
Ayat (4)
      Cukup jelas.
Ayat (5)
      Yang dimaksud dengan kriteria tertentu adalah: Daerah yang berprestasi yaitu antara lain:
§        daerah yang telah melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atau wajar dengan pengecualian (WDP) dari BPK atas laporan keuangan pemerintah daerahnya.
§        menyampaikan Perda APBD secara tepat waktu.

Pasal 21
Ayat (1)
Anggaran pendidikan sebesar Rp.209.537.587.275.000,00 (dua ratus sembilan triliun lima ratus tiga puluh tujuh miliar lima ratus delapan puluh tujuh juta dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah), terdiri atas:

(dalam rupiah)
1.   Anggaran Pendidikan melalui Belanja Pemerintah Pusat                  83.170.009.475.000,00
(1) Departemen Pendidikan Nasional                                                   54.704.324.253.000,00
(2) Departemen Agama                                                                       23.663.565.732.000,00
(3) Kementerian Negara/Lembaga lainnya                                              4.802.119.490.000,00

2.   Anggaran Pendidikan melalui Transfer ke Daerah                                                                                                          126.367.577.800.000,00
(1) DBH Pendidikan                                                                                  617.048.800.000,00
(2) DAK Pendidikan                                                                               9.334.882.000.000,00
(3) DAU Pendidikan                                                                             95.923.070.400.000,00
(4) Tambahan Tunjangan Guru PNSD                                                    5.800.000.000.000,00
(5) DAU Tambahan untuk Tunjangan Profesi Guru                               10.994.892.500.000,00
(6) Dana Insentif Daerah                                                                       1.387.800.000.000,00
(7) Dana Otonomi Khusus Pendidikan                                                    2.309.884.100.000,00

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp.98.009.927.876.000,00 (sembilan puluh delapan triliun sembilan miliar sembilan ratus dua puluh tujuh juta delapan ratus tujuh puluh enam ribu rupiah) terdiri atas:
1.   Pembiayaan dalam negeri sebesar Rp107.891.435.453.000,00 (seratus tujuh triliun delapan ratus sembilan puluh satu miliar empat ratus tiga puluh lima juta empat ratus lima puluh tiga ribu rupiah) terdiri atas:

(dalam rupiah)
a.     Perbankan dalam negeri                                                                          7.129.150.000.000,00
(1)   Rekening dana investasi                                                                     5.504.150.000.000,00
(2)   Rekening Pembangunan Hutan                                                            625.000.000.000,00
(3)   SAL                                                                                                     1.000.000.000.000,00
b.    Nonperbankan dalam negeri                                                               100.762.285.453.000,00
(1)   Privatisasi                                                                                                                           -
(2)   Hasil pengelolaan aset                                                                 1.200.000.000.000,00
(3)   Surat berharga negara (neto)                                                  104.429.085.453.000,00
(4)   Pinjaman Dalam Negeri                                                              1.000.000.000.000,00
(5)   Dana investasi Pemerintah dan penyertaan modal Negara   -3.902.500.000.000,00
a.     Investasi Pemerintah                                                             -927.500.000.000,00
b.     Penyertaan modal negara untuk LPEI                               -2.000.000.000.000,00
c.     Dana bergulir                                                                          -975.000.000.000,00
(6)   Dana Kontinjensi:                                                                        -1.050.000.000.000,00
a.     Dana kontinjensi untuk PT. PLN (persero)                         -1.000.000.000.000,00
b.     Dana kontinjensi untuk PDAM                                                 -50.000.000.000,00
(7)   Cadangan pembiayaan                                                                 -914.300.000.000,00

Surat berharga negara (SBN) neto merupakan selisih antara penerbitan dengan pembayaran pokok dan pembelian kembali. Penerbitan SBN tidak hanya dalam mata uang rupiah di pasar domestik, tetapi juga mencakup penerbitan SBN dalam valuta asing di pasar internasional, baik SBN konvensional maupun SBSN (Sukuk). Komposisi jumlah dan jenis instrumen SBN yang akan diterbitkan, pembayaran pokok, dan pembelian kembali SBN, akan diatur lebih lanjut oleh Pemerintah dengan mempertimbangkan situasi yang berkembang di pasar, sampai dengan target neto pembiayaan SBN tercapai.
Penerbitan SBN tersebut akan di back up oleh sisa pinjaman siaga yang tidak dapat direalisasikan/ditarik pada tahun 2009 guna mengantisipasi penerbitan SBN yang tidak dapat dilakukan secara optimal akibat kondisi pasar.
Pinjaman dalam negeri (PDN) tidak termasuk bagian dari perbankan dalam negeri, karena PDN merupakan utang yang sumbernya tidak hanya dari BUMN perbankan saja tetapi juga dari BUMN nonperbankan. Di samping itu, PDN dapat juga bersumber dari pemerintah daerah dan perusahaan daerah. Pinjaman Dalam Negeri hanya dapat digunakan untuk pembiayaan kegiatan.
Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 mw (sepuluh ribu megawatt) berbahan bakar batu bara oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN), Pemerintah memberikan jaminan penuh atas kewajiban pembayaran pinjaman PT PLN (Persero) kepada kreditur perbankan. Jaminan Pemerintah dimaksud diberikan atas risiko/kemungkinan PT PLN (Persero) tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran terhadap kreditur (payment default). Jaminan tersebut akan diperhitungkan sebagai pinjaman Pemerintah kepada PT PLN (Persero) apabila terealisasi.
Pengelolaan dan pencairan dana penjaminan atas pinjaman PT PLN (Persero) tersebut di atas diatur lebih lanjut oleh Pemerintah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka percepatan penyediaan air minum yang merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi penduduk oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), Pemerintah memberikan jaminan penuh atas kewajiban pembayaran kembali atas kredit PDAM kepada kreditur perbankan. Dana jaminan Pemerintah dimaksud diberikan atas risiko/kemungkinan PDAM tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran terhadap kreditur (payment default).
Jaminan tersebut akan diperhitungkan sebagai pinjaman Pemerintah.
Pengelolaan dan pencairan dana penjaminan atas pinjaman PDAM tersebut di atas diatur lebih lanjut oleh Pemerintah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.   Pembiayaan luar negeri neto sebesar negative Rp.9.881.507.577.000,00 (sembilan triliun delapan ratus delapan puluh satu miliar lima ratus tujuh juta lima ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah) terdiri atas:


(dalam rupiah)
a.   Penarikan pinjaman luar negeri bruto                                                                                                 57.605.758.608.000,00
(1) Pinjaman program                                                                                           24.443.000.000.000,00
(2) Pinjaman proyek                                                                                           33.162.758.608.000,00
-     Pinjaman Proyek Pemerintah Pusat                                                                                     24.518.985.423.000,00
-     Penerimaan Penerusan Pinjaman                                    8.643.773.185.000,00
b.   Penerusan pinjaman                                                                 -8.643.773.185.000,00
c.   Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri                          -58.843.493.000.000,00

Pembiayaan luar negeri mencakup pembiayaan utang luar negeri selain dari surat berharga negara internasional.

Pasal 23
      Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 24
      Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 25
      Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Termasuk di dalamnya mengenai tata cara dan criteria penyelesaian piutang eks-BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).

Pasal 26
      Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penerbitan SBN untuk kebutuhan pembiayaan APBN tahun anggaran berikutnya diperhitungkan sebagai bagian dari target penerbitan bersih SBN pada tahun anggaran tersebut. Untuk menutup kekurangan kas jangka pendek pada awal tahun anggaran, Pemerintah dapat melakukan penempatan langsung atau private placement surat berharga negara di Bank Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Komposisi instrumen pembiayaan utang meliputi Surat Berharga Negara, Pinjaman Dalam Negeri, Pinjaman Luar Negeri, dan Pinjaman Siaga. Utang tunai meliputi Surat Berharga Negara (neto) dan Pinjaman Program.
Ayat (5)
Kenaikan imbal hasil (yield) surat berharga negara yang menyebabkan tambahan biaya penerbitan SBN secara signifikan tercermin dalam:
a.   tidak adanya yield penawaran yang dimenangkan dalam benchmark Pemerintah dalam 2 (dua) kali lelang berturutturut; dan/atau
b.   terjadi kecenderungan peningkatan yield sekurang-kurangnya sebesar 300 basis point (bps) dalam 1 (satu) bulan.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 27
      Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 28
      Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dilampiri dengan ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Ayat (3)
Informasi tentang pendapatan dan belanja negara secara akrual dimaksudkan sebagai tahap menuju pada penerapan anggaran yang dilengkapi dengan informasi hak dan kewajiban yang diakui sebagai penambah atau pengurang nilai kekayaan bersih.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Penerapan pendapatan dan belanja negara secara akrual telah dilaksanakan sejak Tahun Anggaran 2009 pada satuan kerja berstatus Badan Layanan Umum yang secara sistem telah mampu melaksanakannya.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “Standar Akuntansi Pemerintahan” adalah standar akuntansi pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Ayat (7)
Laporan keuangan yang diajukan dalam rancangan undang-undang sebagaimana yang dimaksud pada ayat ini adalah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diperiksa oleh BPK dan telah memuat koreksi/penyesuaian (audited financial statements) sebagaimana diuraikan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Pasal 29
      Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50758

0 comments:

Posting Komentar