Otomatis

Kita harus mengenal diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita berusaha mengenal orang lain. kita harus mengoreksi diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita mengoreksi orang lain. kita tidak dapat merubah suatu masyarakat, tetapi jika masing-masing kita memperbaiki diri sendiri maka mungkin masyarakat tersebut juga akan berubah dengan sendirinya.

UU Nomor 38 Tahun 2009


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 2009
TENTANG
POS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a.   bahwa negara menjamin hak setiap warga Negara untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.   bahwa pos merupakan sarana komunikasi dan informasi yang mempunyai peran penting dan strategis dalam mendukung pelaksanaan pembangunan, mendukung persatuan dan kesatuan, mencerdaskan kehidupan bangsa, mendukung kegiatan ekonomi, serta meningkatkan hubungan antarbangsa;
c.   bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3276) tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan kemajuan teknologi di bidang pos;
d.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pos;

Mengingat    : Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 28F, Pasal 33 ayat (2) dan ayat (4), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG POS

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.   Pos adalah layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik, layanan paket, layanan logistik, layanan transaksi keuangan, dan layanan keagenan pos untuk kepentingan umum.
2.   Penyelenggara Pos adalah suatu badan usaha yang menyelenggarakan pos.
3.   Penyelenggaraan Pos adalah keseluruhan kegiatan pengelolaan dan penatausahaan layanan pos.
4.   Jaringan Pos adalah rangkaian titik layanan yang terintegrasi baik fisik maupun nonfisik dalam cakupan wilayah layanan tertentu dalam penyelenggaraan pos.
5.   Interkoneksi adalah keterhubungan jaringan pos antarpenyelenggara pos.
6.   Layanan Pos Universal adalah layanan pos jenis tertentu yang wajib dijamin oleh pemerintah untuk menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memungkinkan masyarakat mengirim dan/atau menerima kiriman dari satu tempat ke tempat lain di dunia.
7.   Kode Pos adalah sederetan angka atau huruf atau gabungan angka dan huruf yang dituliskan di belakang nama kota untuk memudahkan penyortiran, penyampaian kiriman, dan keperluan lain.
8.   Kiriman adalah satuan komunikasi tertulis, surat elektronik, paket, logistik, atau uang yang dikirim melalui penyelenggara pos.
9.   Prangko adalah label atau carik, atau teraan di atas kertas dengan bentuk dan ukuran tertentu, baik bergambar maupun tidak bergambar, yang memuat nama negara penerbit atau tanda gambar yang merupakan ciri khas negara penerbit, dan mempunyai nilai nominal tertentu berupa angka dan/atau huruf.
10. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
11. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsure penyelenggara pemerintahan daerah.
12. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pos.
13. Orang adalah orang perseorangan ataupun badan hukum.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Pos diselenggarakan berdasarkan asas:
a.   kemanfaatan;
b.   keadilan;
c.   kepastian hukum;
d.   persatuan;
e.   kebangsaan;
f.    kesejahteraan;
g.   keamanan dan keselamatan;
h.   kerahasiaan;
i.    perlindungan;
j.    kemandirian; dan
k.   kemitraan.

Pasal 3
Pos diselenggarakan dengan tujuan untuk:
a.   meningkatkan dan memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta meningkatkan hubungan antarbangsa dan antarnegara;
b.   membuka peluang usaha, memperlancar perekonomian nasional, dan mendukung kegiatan pemerintahan;
c.   menjamin kualitas layanan komunikasi tertulis dan surat elektronik, layanan paket, layanan logistik, layanan transaksi keuangan, dan layanan keagenan pos; dan
d.   menjamin terselenggaranya layanan pos yang menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB III
PENYELENGGARAAN POS

Bagian Kesatu
Penyelenggaraan

Pasal 4
(1)  Penyelenggaraan Pos dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum Indonesia.
(2)  Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.   badan usaha milik negara;
b.   badan usaha milik daerah;
c.   badan usaha milik swasta; dan
d.   koperasi.

Pasal 5
(1) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat melakukan kegiatan:
a.   layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik;
b.   layanan paket;
c.   layanan logistik;
d.   layanan transaksi keuangan; dan
e.   layanan keagenan pos.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 6
Ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan layanan transaksi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7
(1) Penyelenggaraan Pos dilakukan dengan pelayanan prima dan berpedoman pada standar pelayanan.
(2) Standar pelayanan dan pelaksanaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 8
(1) Penyelenggaraan Pos dinas militer diatur oleh Menteri bersama-sama dengan menteri yang bertanggung jawab di bidang pertahanan.
(2) Ketentuan mengenai Penyelenggaraan Pos dinas lainnya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 9
Penyelenggaraan Pos harus menggunakan perangkat yang memenuhi standar teknis yang berlaku secara nasional dan/atau internasional.

Bagian Kedua
Perizinan

Pasal 10
(1) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendapat izin Penyelenggaraan Pos dari Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemberian izin diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Kerja Sama

Pasal 11
(1) Penyelenggara Pos dapat melakukan kerja sama dengan:
a.   Penyelenggara Pos dalam negeri;
b.   Penyelenggara Pos asing;
c.   badan usaha dalam negeri bukan Penyelenggara Pos; dan/atau
d.   badan usaha asing bukan Penyelenggara Pos.
(2) Kerja sama Penyelenggara Pos dengan badan usaha asing bukan Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak termasuk kepemilikan modal dan saham serta terbatas pada wilayah operasional masing-masing.

Pasal 12
(1) Penyelenggara Pos asing dapat menyelenggarakan pos di Indonesia dengan syarat:
a.   wajib bekerja sama dengan Penyelenggara Pos dalam negeri;
b.   melalui usaha patungan dengan mayoritas saham dimiliki Penyelenggara Pos dalam negeri;
c.   Penyelenggara Pos dalam negeri yang akan bekerja sama sahamnya tidak boleh dimiliki oleh warga negara atau badan usaha asing yang berafiliasi dengan Penyelenggara Pos dalam negeri;
d.   Penyelenggara Pos asing dan afiliasinya hanya dapat bekerja sama dengan satu Penyelenggara Pos dalam negeri; dan
e.   kerja sama Penyelenggara Pos asing dengan Penyelenggara Pos dalam negeri dibatasi wilayah operasinya pada ibukota provinsi yang telah memiliki pelabuhan udara dan/atau pelabuhan laut internasional.
(2) Pengiriman antarkota dilaksanakan oleh Penyelenggara Pos dalam negeri bukan usaha patungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

Pasal 13
(1) Kerja sama Penyelenggara Pos dengan Penyelenggara Pos asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyelenggara pos dapat menjadi perusahaan public atau perusahaan terbuka setelah mendapat izin dari Menteri.

Bagian Keempat
Interkoneksi

Pasal 14
(1) Penyelenggara Pos wajib menyediakan Jaringan Pos sesuai dengan izin penyelenggaraannya.
(2) Penyelenggara Pos dapat melakukan Interkoneksi dengan Penyelenggara Pos lain untuk menjamin layanan pos di setiap daerah.
(3) Setiap Penyelenggara Pos wajib menyediakan Interkoneksi terhadap Penyelenggara Pos lainnya untuk Layanan Pos Universal.
(4) Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan secara nondiskriminatif, transparan, bertanggung jawab, dan saling menguntungkan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima
Layanan Pos Universal

Pasal 15
(1) Pemerintah wajib menjamin terselenggaranya Layanan Pos Universal di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Dalam menyelenggarakan Layanan Pos Universal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menugasi Penyelenggara Pos.
(3) Pemerintah memberikan kesempatan yang sama kepada semua Penyelenggara Pos yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan Layanan Pos Universal.
(4) Penyelenggara Pos wajib memberikan kontribusi dalam pembiayaan Layanan Pos Universal.
(5) Wilayah Layanan Pos Universal yang disubsidi ditetapkan oleh Menteri.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Layanan Pos Universal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 16
(1) Setiap perusahaan angkutan darat, Iaut, dan udara wajib memprioritaskan pengangkutan kiriman Layanan Pos Universal yang diserahkan oleh Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kewajiban mengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi semua pihak yang menyelenggarakan angkutan darat, laut, dan udara dengan menerima imbalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap perusahaan angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan jadwal perjalanannya atas permintaan Penyelenggara Pos.

Pasal 17
Setiap perusahaan angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan kiriman yang diserahkan kepadanya.

Bagian Keenam
Tarif

Pasal 18
(1) Penyelenggara Pos dalam melaksanakan kegiatan layanan pos komersial berhak menentukan tarif.
(2) Besaran tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Penyelenggara Pos dengan formula perhitungan berbasis biaya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan tariff sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 19
(1) Pemerintah menetapkan tarif Layanan Pos Universal.
(2) Ketentuan mengenai tata cara penetapan tarif Layanan Pos Universal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 20
Penyelenggara Pos harus memberikan pembebasan tariff sekogram dengan fasilitas pengiriman darat atau laut dengan tingkat berat tertentu.

Pasal 21
Penyelenggara Pos harus memberikan pembebasan tariff pokok bagi kiriman yang dikirimkan kepada atau oleh tawanan perang, baik militer maupun sipil, langsung atau melalui lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV
PRANGKO DAN KODE POS

Bagian Kesatu
Prangko

Pasal 22
(1) Prangko dapat berfungsi sebagai:
a.   bukti pembayaran biaya pengiriman pos;
b.   alat edukasi masyarakat;
c.   alat penyebarluasan informasi publik; dan/atau
d.   benda filateli.
(2) Menteri menetapkan dan melaksanakan penerbitan Prangko.

Pasal 23
Setiap orang dilarang:
a.   meniru dan memalsukan Prangko;
b.   memiliki, menjual, dan/atau menggunakan Prangko palsu;
c.   mencetak dan/atau mencetak ulang Prangko.

Pasal 24
(1) Setiap orang dapat menyalurkan kegemaranmengumpulkan, merawat, mempelajari Prangko, dan benda pos lainnya melalui filateli.
(2) Filateli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan dukungan dari unsur Pemerintah, Pemerintah Daerah, Penyelenggara Pos, dan masyarakat.
(3) Benda filateli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf d dapat digunakan sebagai sarana perdagangan dan investasi.

Bagian Kedua
Kode Pos

Pasal 25
(1) Pemerintah menyusun dan mengembangkan system Kode Pos wilayah layanan pos Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Penyelenggara dan pengguna layanan pos harus mencantumkan Kode Pos untuk mengidentifikasi alamat atau wilayah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem Kode Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu
Hak

Pasal 26
Setiap Orang berhak mendapat layanan pos.

Pasal 27
(1) Hak milik atas kiriman tetap merupakan hak milik pengguna layanan pos selama belum diserahkan kepada penerima.
(2) Pengguna layanan pos berhak atas jaminan kerahasiaan, keamanan, dan keselamatan kiriman.

Pasal 28
Pengguna layanan pos berhak mendapatkan ganti rugi apabila terjadi:
a.   kehilangan kiriman;
b.   kerusakan isi paket;
c.   keterlambatan kiriman; atau
d.   ketidaksesuaian antara barang yang dikirim dan yang diterima.

Pasal 29
(1) Penyelenggara Pos berhak mendapatkan informasi yang benar dari pengguna layanan pos tentang kiriman yang dinyatakan pada dokumen pengiriman.
(2) Penyelenggara Pos berhak membuka dan/atau memeriksa kiriman di hadapan pengguna layanan pos untuk mencocokkan kebenaran informasi kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penyelenggara Pos tidak dapat dituntut apabila terbukti isi kiriman tidak sesuai dengan yang dinyatakan secara tertulis oleh pengguna layanan pos pada dokumen pengiriman dan tidak dibuka oleh Penyelenggara Pos.
(4) Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dituntut apabila terbukti mengetahui isi kiriman dan tetap mengirim barang yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Bagian Kedua
Kewajiban

Pasal 30
Penyelenggara Pos wajib menjaga kerahasiaan, keamanan, dan keselamatan kiriman.

Pasal 31
(1) Penyelenggara Pos wajib memberikan ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh pengguna layanan pos akibat kelalaian dan/atau kesalahan Penyelenggara Pos.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika kehilangan atau kerusakan terjadi karena bencana alam, keadaan darurat, atau hal lain di luar kemampuan manusia.
(3) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Penyelenggara Pos sesuai kesepakatan antara pengguna layanan pos dan Penyelenggara Pos.
(4) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditanggung oleh Penyelenggara Pos apabila:
a.   kerusakan terjadi karena sifat atau keadaan barang yang dikirim; atau
b.   kerusakan terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengguna layanan pos.
(5) Tenggang waktu dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Penyelenggara Pos dan pengguna layanan pos.
(6) Barang yang hilang dan ditemukan kembali diselesaikan berdasarkan kesepakatan antara Penyelenggara Pos dan pengguna layanan pos.

Pasal 32
(1) Pengguna layanan pos dilarang mengirimkan barang yang dapat membahayakan barang kiriman lainnya, lingkungan, atau keselamatan orang.
(2) Barang terlarang yang dapat membahayakan kiriman atau keselamatan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.   narkotika, psikotropika, dan obat-obat terlarang lainnya;
b.   barang yang mudah meledak;
c.   barang yang mudah terbakar;
d.   barang yang mudah rusak dan dapat mencemari lingkungan;
e.   barang yang melanggar kesusilaan; dan/atau
f.    barang lainnya yang menurut peraturan perundang-undangan dinyatakan terlarang.
(3) Pengiriman barang terlarang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI
PEMERIKSAAN KIRIMAN

Pasal 33
(1) Barang kiriman pos baik berupa barang pos universal maupun barang pos lainnya dari dan ke luar negeri diperlakukan sebagai barang impor dan ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau karantina.
(2) Pemeriksaan kiriman pos dalam rangka kepabeanan dan/atau karantina wajib didahulukan daripada pemeriksaan lainnya.
(3) Dalam hal terjadi pelanggaran kepabeanan dan/atau karantina terhadap pengiriman barang pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau karantina.

Pasal 34
(1) Penyelenggara Pos bertanggung jawab atas kewajiban membayar bea masuk, bea keluar, cukai, dan pajak terkait dengan layanan pos yang diselenggarakannya.
(2) Kewajiban untuk membayar bea masuk, bea keluar, cukai, dan pajak terkait dengan Layanan Pos Universal diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 35
Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas kehilangan atau kerusakan kiriman yang dibuka, diperiksa, dan/atau disita oleh pejabat yang berwenang.

BAB VII
PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PENYELENGGARAAN POS

Pasal 36
(1) Peningkatan dan pengembangan Penyelenggaraan Pos dilakukan untuk mengoptimalkan pelayanan pos.
(2) Pemerintah wajib melakukan upaya peningkatan dan pengembangan Penyelenggaraan Pos.
(3) Dalam rangka peningkatan dan pengembangan Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melakukan penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan fasilitasi.
(4) Penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan fasilitasi di bidang pos sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat.
(5) Dalam rangka memperhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri melaksanakan pertemuan secara berkala dengan wakil pemangku kepentingan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan dan pengembangan Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
PENYIDIKAN

Pasal 37
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pos diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah koordinasi dan pengawasan Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 38
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 berwenang:
a.   melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan, pengaduan, dan/atau keterangan tentang terjadinya tindak pidana di bidang pos;
b.   memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana di bidang pos;
c.   melakukan penggeledahan, penyegelan, dan/atau penyitaan alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang pos;
d.   melakukan pemeriksaan tempat terjadinya tindak pidana dan tempat lain yang diduga terdapat barang bukti tindak pidana di bidang pos;
e.   melakukan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang pos;
f.    meminta keterangan dan barang bukti dari orang dan/atau badan hukum atas terjadinya tindak pidana di bidang pos;
g.   mendatangkan ahli yang diperlukan untuk penyidikan tindak pidana di bidang pos;
h.   membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan perkara tindak pidana di bidang pos; dan
i.    menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti terjadinya tindak pidana di bidang pos.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 39
(1) Menteri berwenang menjatuhkan sanksi administratifatas pelanggaran Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 15 ayat (4).
(2)  Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.   teguran tertulis;
b.   denda; dan/atau
c.   pencabutan izin.
(3)  Tata cara penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 40
Penyelenggara Pos yang dengan sengaja dan tanpa hak tidak menjaga keamanan dan keselamatan kiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dikenakan sanksi administratif.

Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administrative sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB X
KETENTUAN PIDANA

Pasal 42
Setiap Penyelenggara Pos yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 43
Setiap Orang yang meniru dan/atau memalsukan Prangko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf (a) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp.1.750.000.000,00 (satu miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 44
Setiap Orang yang dengan sengaja memiliki, menjual, dan/atau menggunakan Prangko palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf (b) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 45
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mencetak dan/atau mencetak ulang Prangko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf (c) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 46
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak tidak menjaga kerahasiaan kiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 47
Setiap Orang yang dengan sengaja mengirimkan barang yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 48
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, badan atau perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3276), tetap dapat menjalankan kegiatannya dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku wajib menyesuaikan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 49
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3276) tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 50
Untuk menjamin kesinambungan Layanan Pos Universal, penugasan pelaksana Layanan Pos Universal tetap dilakukan oleh badan usaha milik negara yang telah ditugaskan oleh Pemerintah saat ini sampai jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun.

Pasal 51
Untuk mempersiapkan badan usaha milik negara dalam menghadapi pembukaan akses pasar, perlu dilakukan upaya penyehatan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun.

Pasal 52
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3276) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya dari Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang- Undang ini diundangkan.

Pasal 53
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Disahkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 146


Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,
ttd
Setio Sapto Nugroho







































PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 2009
TENTANG
POS

I.    UMUM

Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos, Penyelenggara Pos telah menunjukkan peran yang penting dan strategis dalam menunjang kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara dan memantapkan serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Untuk kelancaran Penyelenggaraan Pos yang dilakukan oleh Penyelenggara Pos perlu didukung sarana angkutan yang meliputi angkutan laut, darat, dan udara untuk umum.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengertian surat saat ini beraneka ragam, selain surat tradisional (fisik) juga surat elektronik, faksimile, surat hibrida, dan pelayanan jasa internet. Dalam usaha mendayagunakan layanan pos di seluruh wilayah Indonesia, peluasan Penyelenggaraan Pos akan membuka kesempatan kerja, membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat, mendorong maju pesatnya sektor pembangunan serta menyebarnya kegiatan usaha di seluruh wilayah tanah air. Dalam kaitan ini, Penyelenggaraan Pos merupakan kegiatan yang penting dan strategis untuk melakukan pengiriman berita, barang, dan transaksi keuangan.
Untuk mempererat hubungan kerja sama antarbangsa dan antarnegara dalam Penyelenggaraan Pos perlu pula dipertimbangkan kesepakatan yang dilakukan oleh Perhimpunan Pos Sedunia (Universal Postal Union/UPU).
Dengan tetap berpijak pada arah dan kebijakan pembangunan nasional serta dengan perkembangan yang berlangsung baik secara nasional maupun internasional, utamanya di bidang pos, norma hukum bagi pembinaan dan penyelenggaraan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos perlu diganti.

II.   PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kemanfaatan" adalah pembangunan pos khususnya Penyelenggaraan Pos akan lebih berdaya guna dan berhasil guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan, maupun berbagai komoditas ekonomi yang dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir batin.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "keadilan" adalah Penyelenggaraan Pos memberi kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak dan yang hasil-hasilnya dinikmati oleh masyarakat secara sama dan semua pihak.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "kepastian hukum" adalah bahwa pembangunan pos khususnya Penyelenggaraan Pos harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum, memberikan perlindungan hukum bagi investor, Penyelenggaraan Pos maupun kepada masyarakat pengguna jasa.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "persatuan" adalah bahwa Penyelenggaraan Pos dilakukan sebagai upaya menjamin persatuan dan kesatuan bangsa.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "kebangsaan" adalah Penyelenggaraan Pos harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “kesejahteraan” adalah bahwa Penyelenggaraan Pos harus dapat meningkatkan kualitas kehidupan perekonomian masyarakat.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “keamanan dan keselamatan” adalah agar Penyelenggaraan Pos memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan baik dalam hal perencanaan, pembangunan, maupun pengoperasiannya.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “kerahasiaan” adalah isi kiriman pos tidak boleh diketahui oleh orang lain, dan Penyelenggara Pos menjaga kerahasiaan atas kiriman pos yang dijamin berdasarkan undang-undang.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “perlindungan” adalah bahwa Penyelenggaraan Pos dilakukan untuk dapat menjamin terpenuhinya hak pengguna layanan pos maupun Penyelenggara Pos.
Huruf j
Yang dimaksud dengan ”kemandirian” adalah Penyelenggaraan Pos dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional secara efisien dalam rangka menghadapi persaingan global.
Huruf k
Yang dimaksud dengan “kemitraan” adalah pos diselenggarakan melalui kerja sama antara para Penyelenggara Pos, baik melalui interkoneksi dengan Penyelenggara Pos dalam negeri maupun kerjasama dengan pihak asing, dan kerja sama dengan pengirim maupun penerima.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “badan usaha milik swasta” adalah badan usaha yang didirikan oleh Warga Negara Indonesia baik perseorangan maupun persekutuan orang.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik merupakan kegiatan pengumpulan, pemrosesan, pengangkutan, dan penyampaian informasi berupa surat, warkat pos, kartu pos, barang cetakan, dokumen dan/atau sekogram.
Surat ialah bagian dari komunikasi tertulis dengan atau tanpa sampul yang ditujukan kepada individu atau badan dengan alamat tertentu, yang dalam proses penyampaiannya dilakukan seluruhnya secara fisik.
Surat elektronik (electronic mail) ialah layanan surat yang proses penyampaiannya kepada Penyelenggara Pos melalui elektronik atau berupa soft copy untuk disampaikan secara fisik kepada individu atau badan dengan alamat tertentu.
Warkat pos ialah bentuk komunikasi tertulis yang ditulis pada selembar kertas yang sekaligus berfungsi sebagai sampul.
Kartu pos ialah bentuk komunikasi tertulis di atas kartu bergambar dan/atau tidak bergambar.
Barang cetakan ialah segala jenis publikasi yang dicetak pada kertas atau bahan lain termasuk tetapi tidak terbatas pada buku, brosur, katalog, surat kabar, dan majalah.
Dokumen ialah data, catatan, dan/atau keterangan baik tertulis di atas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apa pun yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar dan mempunyai nilai komersial atau berharga.
Sekogram ialah tulisan, cetakan, atau rekaman untuk keperluan tunanetra.
Huruf b
Layanan paket berupa kegiatan layanan pengambilan, penerimaan, dan/atau pengantaran barang.
Huruf c
Layanan logistik berupa kegiatan perencanaan, penanganan, dan pengendalian terhadap pengiriman dan penyimpanan barang, termasuk informasi, jasa pengurusan, dan administrasi terkait yang dilaksanakan oleh Penyelenggara Pos.
Huruf d
Layanan transaksi keuangan berupa kegiatan penyetoran, penyimpanan, pemindahbukuan, pendistribusian, dan pembayaran uang dari dan/atau untuk pengguna jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf e
Layanan keagenan pos berupa penyediaan sarana dan prasarana untuk layanan pos.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pelayanan prima” adalah pelayanan yang memberikan kepastian waktu, kepastian biaya, dan kejelasan prosedur.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan Pos dinas militer” adalah Penyelenggaraan Pos yang bersifat nonkomersial untuk keperluan militer.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan Pos dinas lainnya” adalah Penyelenggaraan Pos yang bersifat kedinasan dan nonkomersial untuk kepentingan negara.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan “menggunakan perangkat yang memenuhi standar teknis secara nasional dan/atau internasional” dilakukan berdasarkan prinsip:
a.   pemanfaatan sumber daya secara efisien;
b.   keserasian sistem dan perangkat;
c.   peningkatan mutu pelayanan; dan
d.   persaingan yang sehat.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Penyelenggara Pos dalam negeri ialah Penyelenggara Pos yang telah memiliki izin Penyelenggaraan Pos yang seluruh dan/atau mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan usaha Indonesia.
Huruf b
Penyelenggara Pos asing ialah badan usaha asing yang menyelenggarakan layanan pos di luar Indonesia.
Huruf c
Badan usaha dalam negeri bukan Penyelenggara Pos ialah badan usaha yang berbadan hukum Indonesia.
Huruf d
Badan usaha asing bukan Penyelenggara Pos ialah badan usaha yang berbadan hukum asing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Layanan Pos Universal mencakup:
a.   surat, kartupos, barang cetakan, dan bungkusan kecil (surat berisi barang) sampai dengan 2 kilogram;
b.   sekogram sampai dengan 7 kilogram;
c.   barang cetakan yang dikirim dalam kantong khusus yang ditujukan untuk penerima dengan alamat yang sama dengan berat sampai dengan 30 kilogram (M-bag); dan
d.   paket pos dengan berat sampai dengan 20 kilogram.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud “wajib memprioritaskan pengangkutan kiriman Layanan Pos Universal” adalah merujuk pada undang-undang di bidang transportasi bahwa perusahaan angkutan wajib memprioritaskan kiriman layanan pos.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “jadwal perjalanan” adalah waktu keberangkatan dan kedatangan serta tujuan perjalanan.
Pasal 17
Yang dimaksud dengan “keamanan dan keselamatan kiriman oleh perusahaan angkutan” adalah menjaga kiriman secara utuh dan tidak rusak sampai ke tujuan sesuai dengan kondisi pada saat kiriman diserahkan kepada perusahaan pengangkut.
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “layanan pos komersial” adalah layanan yang besaran tarif dan standar layanannya tidak ditetapkan oleh Pemerintah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “formula perhitungan berbasis biaya” adalah metode perhitungan yang mempertimbangkan biaya penyelenggaraan yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Pos dan untuk mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat, antara lain melalui predatory pricing.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Yang dimaksud dengan “tingkat berat tertentu” adalah maksimum 7 (tujuh) kilogram.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ’’alat edukasi masyarakat’’ adalah prangko dapat dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan pembelajaran masyarakat.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”alat penyebarluasan informasi publik” antara lain berupa informasi dalam bentuk gambar dan/atau tulisan yang terdapat dalam prangko, misalnya flora fauna, pahlawan, dan produk budaya.
Huruf d
Yang termasuk ”benda filateli” ialah prangko dan benda pos yang terkait dengan pemrangkoan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kode Pos berfungsi sebagai petunjuk alamat untuk mempermudah proses penyampaian kiriman dan dapat juga digunakan oleh pihak lain sesuai dengan kepentingan, bersifat dinamis, dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”ketidaksesuaian antara barang yang dikirim dan yang diterima” adalah tidak sesuainya kondisi atau jumlah barang yang dikirim dengan kondisi atau jumlah barang yang diterima.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Salah satu tugas pokok kepabeanan dan karantina adalah sebagai Instansi Penjaga Perbatasan (Border Protection Agencies) yang berwenang menetapkan suatu barang untuk diimpor atau diekspor berdasarkan undang-undang. Oleh karena itu, pemeriksaan kepabeanan dan karantina wajib didahulukan untuk menetapkan status barang yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “mengoptimalkan pelayanan pos” adalah menjamin keterjangkauan layanan, tersedianya kualitas, dan pengamanan yang memadai.
Ayat (2)
Peningkatan dan pengembangan layanan pos selain ditujukan untuk mengoptimalkan layanan pos juga ditujukan untuk meningkatkan daya saing industri pos nasional.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan ”pemangku kepentingan” antara lain pelaku industri dan konsumen.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5065

0 comments:

Posting Komentar