Otomatis

Kita harus mengenal diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita berusaha mengenal orang lain. kita harus mengoreksi diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita mengoreksi orang lain. kita tidak dapat merubah suatu masyarakat, tetapi jika masing-masing kita memperbaiki diri sendiri maka mungkin masyarakat tersebut juga akan berubah dengan sendirinya.

UU Drt No. 16 Th. 1950

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 1950
TENTANG
SUSUNAN DAN KEKUASAAN PENGADILAN KEJAKSAAN DALAM LINGKUNGAN PERADILAN KETENTARAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

Menimbang:
1.          bahwa perlu mengadakan peraturan tentang susunan dan kekuasaan, Pengadilan/Kejaksaan dalam lingkungan Peradilan Ketentaraan.
2.          bahwa karena keadaan-keadaan yang mendesak peraturan ini perlu segera diadakan.

Mengingat:
Pasal-pasal 123, 139, 140 dan 159 Konstitusi.

Mendengar:
Senat.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN PENGADILAN/KEJAKSAAN DALAM LINGKUNGAN PERADILAN KETENTARAAN

BAB I
PERATURAN UMUM

Pasal 1
Segala Peraturan tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan/Kejaksaan dalam lingkungan Peradilan Ketentaraan yang ada di Indonesia sampai berlakunya Undang-undang Darurat No. 16 tahun 1950, dihapuskan dan diganti oleh Undang-undang Darurat ini.

Pasal 2
Kekuasaan Kehakiman dalam peradilan Ketentaraan dilakukan oleh Pengadilan Tentara, yaitu:
1.          Mahkamah Tentara
2.          Mahkamah Tentara Tinggi
3.          Mahkamah Tentara Agung.

Pasal 3
(1)        Yang masuk kekuasaan Kehakiman dalam peradilan Ketentaraan ialah memeriksa dan memutuskan perkara pidana terhadap kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh:
a             seorang yang pada waktu itu adalah anggota Angkatan Perang Indonesia Serikat;
b             seorang yang pada waktu itu adalah orang yang oleh Presiden dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan sama dengan anggota Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat yang dimaksudkan dalam bagian a;
c             seorang yang pada waktu itu adalah anggota suatu golongan atau jawatan yang dipersamakan atau dianggap sebagai Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat oleh atau berdasarkan Undang-undang;
d             seorang yang tidak termasuk golongan a, b atau c, tetapi atas ketetapan Menteri Pertahanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan Ketentaraan.
(2)        Dengan Undang-undang lain ditetapkan peraturan tentang hukum yang harus dilakukan atau diperhatikan dalam pemeriksaan dan pemutusan tersebut.

Pasal 4
Kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh mereka yang termasuk golongan yang dimaksudkan dalam pasal 3 bagian a, b dan c dengan orang yang tidak termasuk golongan itu, diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan Umum, kecuali jikalau menurut penetapan Menteri Pertahanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan Ketentaraan.

Pasal 5
(1)        Perselisihan tentang kekuasaan antara Pengadilan dari lingkungan Peradilan Ketentaraan dan Pengadilan dari lingkungan Peradilan Umum, kecuali perselisihan tentang kekuasaan yang termaksud dalam ayat 2 diputuskan oleh Mahkamah Agung Indonesia.
(2)        Perselisihan tentang kekuasaan antara Mahkamah Tentara Agung dan Mahkamah Agung Indonesia diputuskan oleh Presiden.

Pasal 6
Kekuasaan Kejaksaan dalam peradilan Ketentaraan dilakukan oleh:
1.          Kejaksaan Tentara
2.          Kejaksaan Tentara Tinggi
3.          Kejaksaan Tentara Agung.

Pasal 7
Kejaksaan dalam peradilan Ketentaraan berwajib melaksanakan yang dikehendaki oleh Undang-undang, menjalankan pengusutan dan penuntutan atas kejahatan dan pelanggaran yang harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan Ketentaraan, dan mengusahakan menjalankan putusan-putusan Pengadilan tersebut.

BAB II
MAHKAMAH DAN KEJAKSAAN TENTARA

Pasal 8
(1)        Tempat kedudukan Mahkamah-Mahkamah Tentara beserta daerah hukumnya masing-masing ditetapkan oleh Menteri Kehakiman bersama Menteri Pertahanan.
(2)        Di samping tiap-tiap Mahkamah Tentara adalah satu Kejaksaan Tentara yang daerah hukumnya sama.

Pasal 9
(1)        Jika tidak diadakan ketetapan lain oleh Menteri Kehakiman bersama Menteri Pertahanan, maka Ketua Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya termasuk tempat yang ditunjuk sebagai tempat kedudukan Mahkamah Tentara, karena jabatannya menjadi Ketua Mahkamah Tentara; begitu juga Panitera Pengadilan Negeri tersebut, karena jabatannya menjadi Panitera Mahkamah Tentara.
(2)        Jika tidak diadakan ketetapan lain oleh Menteri Kehakiman bersama Menteri Pertahanan, maka Kepala Kejaksaan Negeri yang ada di samping Pengadilan Negeri tersebut, karena jabatannya menjadi Jaksa Tentara pada Kejaksaan Tentara tersebut.
(3)        Menteri Kehakiman menunjuk satu atau lebih Ketua Pengganti dari Mahkamah Tentara dan satu atau lebih Jaksa Pengganti dari Kejaksaan- Tentara.
(4)        Apabila Panitera yang dimaksudkan dalam ayat 1 berhalangan, maka ia juga untuk pekerjaannya pada Mahkamah Tentara diwakili oleh pegawai yang mewakilinya pada Pengadilan Negeri atau oleh orang lain yang ditunjuk oleh Ketua atau Ketua pengganti Mahkamah Tentara itu.
(5)        Tiap-tiap Mahkamah Tentara mempunyai beberapa Hakim opsir yang serendah-rendahnya berpangkat kapten serta diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.
(6)        Di mana tidak ada Pengadilan yang bernama Pengadilan Negeri, maka sebagai Pengadilan Negeri dianggap Pengadilan, yang pada umumnya kekuasaannya sama dengan Pengadilan Negeri.

Pasal 10
(1)        Mahkamah Tentara mengadili dalam tingkatan pertama perkara-perkara kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat yang berpangkat Kapten ke bawah;
a             yang termasuk suatu pasukan yang ada di dalam daerah hukumnya;
b             di dalam daerah hukumnya.
(2)        Apabila lebih dari satu Mahkamah Tentara berkuasa mengadili suatu perkara dengan syarat-syarat yang sama kuatnya, maka Mahkamah yang menerima perkara itu lebih dahulu dari Kejaksaan Tentara, harus mengadili perkara tersebut.
(3)        Dari syarat-syarat tersebut dalam ayat 1 maka syarat a adalah lebih kuat dari pada syarat b.
(4)        Mahkamah Tentara bersidang untuk memeriksa dan memutuskan perkara dengan Ketua atau Ketua penggantinya sebagai Ketua, dua Hakim opsir sebagai anggota, seorang Jaksa Tentara atau Penggantinya dan seorang Panitera atau Penggantinya.
(5)        Hakim opsir yang dimaksudkan dalam ayat 4 harus kedua-duanya berkedudukan militer lebih tinggi dari pada kedudukan militer terdakwa yang perkaranya harus diadili.
(6)        Apabila dalam suatu perkara di antara Hakim opsir itu tidak terdapat dua opsir yang memenuhi syarat tersebut dalam ayat 5, maka Komandan Tertinggi dari daerah hukum Mahkamah Tentara yang bersangkutan, hanya untuk mengadili perkara itu, mengangkat opsir secukupnya, yang memenuhi syarat tadi, sebagai Hakim opsir.
(7)        Hakim opsir ini dengan sendirinya dianggap berhenti apabila ia telah menanda tangani surat putusan dalam perkara tersebut.

Pasal 11
(1)        Mahkamah Tentara bersidang di tempat kedudukannya atau, jika perlu untuk keperluan dinas, di lain tempat dalam daerah hukumnya.
(2)        Jika keadaan memaksa maka Ketua Mahkamah Tentara Agung dapat menetapkan peraturan yang menyimpang dari yang termuat dalam ayat 1.

Pasal 12
(1)        Pembagian pekerjaan antara Ketua dan Ketua pengganti dari satu Mahkamah Tentara diatur oleh Ketua.
(2)        Pembagian pekerjaan antara Jaksa Tentara dan penggantinya dalam satu Kejaksaan Tentara diatur oleh Jaksa Tentara.

Pasal 13
Dari segala putusan Mahkamah Tentara yang tidak memuat pembebasan dari tuntutan seluruhnya oleh terdakwa untuk dirinya sendiri atau oleh Jaksa Tentara atau penggantinya yang bersangkutan untuk satu atau beberapa terdakwa dapat diminta, supaya pemeriksaan perkara diulangi oleh Mahkamah Tentara Tinggi yang berkuasa dalam daerah hukum Mahkamah Tentara itu.

BAB III
MAHKAMAH DAN KEJAKSAAN TENTARA TINGGI

Pasal 14
(1)        Tempat kedudukan sesuatu Pengadilan Tinggi dapat ditetapkan oleh Menteri Kehakiman bersama Menteri Pertahanan menjadi tempat kedudukan suatu Mahkamah Tentara Tinggi yang daerah hukumnya ditetapkan juga oleh Menteri-menteri tersebut.
(2)        Di samping tiap-tiap Mahkamah Tentara Tinggi adalah satu Kejaksaan Tentara Tinggi yang daerah hukumnya sama.
(3)        Di mana tidak ada Pengadilan yang bernama Pengadilan Tinggi, maka sebagai Pengadilan Tinggi dianggap Pengadilan yang pada umumnya kekuasaannya sama dengan Pengadilan Tinggi.

Pasal 15
(1)        Jikalau tidak diadakan ketetapan lain oleh Menteri Kehakiman bersama Menteri Pertahanan maka Ketua Pengadilan Tinggi yang tersebut dalam pasal 14 ayat 1 karena jabatannya menjadi Ketua Mahkamah Tentara Tinggi tersebut, begitu juga Panitera Pengadilan Tinggi tersebut karena jabatannya menjadi Panitera Mahkamah Tentara Tinggi itu.
(2)        Menteri Kehakiman bersama Menteri Pertahanan mengangkat dan memberhentikan seorang Jaksa Tentara Tinggi pada Kejaksaan Tentara Tinggi yang ada di samping Mahkamah Tentara Tinggi tersebut.
(3)        Menteri Kehakiman bersama Menteri Pertahanan menunjuk satu atau lebih Ketua pengganti pada Mahkamah Tentara Tinggi dan satu atau lebih Jaksa pengganti pada Kejaksaan Tentara Tinggi.
(4)        Apabila Panitera yang dimaksudkan dalam ayat 1 berhalangan, maka ia juga untuk pekerjaannya pada Mahkamah Tentara Tinggi diwakili oleh pegawai yang mewakilinya pada Pengadilan Tinggi.
(5)        Tiap-tiap Mahkamah Tentara Tinggi mempunyai beberapa Hakim opsir yang serendah-rendahnya berpangkat Letnan Kolonel serta yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Pasal 16
(1)        Mahkamah Tentara Tinggi memutuskan dalam tingkatan pertama perkara-perkara kejahatan dan pelanggaran yang terdakwanya atau salah satu dari terdakwanya pada waktu melakukannya itu ada perwira yang berpangkat Mayor ke atas.
(2)        Ketentuan-ketentuan untuk Mahkamah Tentara yang termuat dalam pasal 10 ayat 1, 2 dan 3 berlaku juga untuk Mahkamah Tentara Tinggi.
(3)        Mahkamah Tentara Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutuskan perkara dengan Ketuanya atau Ketua penggantinya sebagai Ketua dan dua Hakim opsir sebagai anggota, seorang Jaksa Tentara Tinggi atau penggantinya dan seorang Panitera atau penggantinya.
(4)        Hakim opsir yang dimaksudkan dalam ayat 3 harus kedua-duanya berkedudukan militer lebih tinggi dari pada kedudukan militer terdakwa yang perkaranya harus diadili.
(5)        Apabila dalam suatu perkara di antara Hakim opsir itu tiada terdapat dua opsir yang memenuhi syarat tersebut dalam ayat 4, maka Presiden, hanya untuk mengadili perkara itu, mengangkat opsir secukupnya yang memenuhi syarat tadi, sebagai Hakim opsir.
(6)        Hakim opsir ini dengan sendirinya dianggap berhenti apabila ia telah menanda tangani surat putusan dalam perkara tersebut.

Pasal 17
(1)        Mahkamah Tentara Tinggi memeriksa dan memutus dalam peradilan tinggi kedua segala perkara-perkara yang telah diputuskan oleh Mahkamah Tentara dalam daerah hukumnya yang diminta ulangan pemeriksaan.
(2)        Dalam pemeriksaan ulangan ini Mahkamah Tentara Tinggi memeriksa dan memutuskan dalam rapat tertutup (rapat hakim) dengan Ketuanya atau Ketua penggantinya sebagai Ketua, dan anggota opsir dan seorang Panitera atau Penggantinya.

Pasal 18
(1)        Mahkamah Tentara Tinggi memeriksa dan memutuskan dalam tingkatan pertama dan juga terakhir perselisihan tentang kekuasaan mengadili antara beberapa Mahkamah Tentara dalam daerah hukumnya.
(2)        Peraturan dalam pasal 17 ayat 2 berlaku juga untuk pemeriksaan dan pemutusan ini.

Pasal 19
(1)        Mahkamah Tentara Tinggi bersidang di tempat kedudukannya atau jika perlu untuk kepentingan dinas dilain tempat dalam daerah hukumnya.
(2)        Jika keadaan memaksa, maka Ketua Mahkamah Tentara Agung dapat menetapkan peraturan yang menyimpang dari yang termuat dalam ayat 1.

Pasal 20
(1)        Pembagian pekerjaan antara Ketua dan Ketua pengganti dari satu Mahkamah Tentara Tinggi diatur oleh Ketua.
(2)        Pembagian pekerjaan antara jaksa Tentara Tinggi dan penggantinya dalam satu Kejaksaan Tentara Tinggi diatur oleh Jaksa Tentara Tinggi.

Pasal 21
Dari segala putusan Mahkamah Tentara Tinggi dalam tingkatan perkara yang tidak memuat pembebasan dari tuntutan seluruhnya oleh terdakwa untuk dirinya sendiri atau oleh Jaksa Tentara Tinggi atau penggantinya yang bersangkutan untuk satu atau beberapa terdakwa dapat diminta, supaya pemeriksaan perkara diulangi oleh Mahkamah Tentara Agung.

BAB IV
MAHKAMAH DAN KEJAKSAAN TENTARA AGUNG

Pasal 22
(1)        Mahkamah Tentara Agung berkedudukan di tempat kedudukan Mahkamah Agung Indonesia dan daerah hukumnya ialah seluruh daerah Negara Republik Indonesia Serikat.
(2)        Di samping Mahkamah Tentara Agung adalah Kejaksaan Tentara Agung yang daerah hukumnya sama.

Pasal 23
(1)        Ketua, Ketua Muda dan para Hakim Mahkamah Agung Indonesia karena jabatannya menjadi Ketua, Ketua Muda dan Hakim Mahkamah Tentara Agung.
(2)        Selain dari pada para Hakim tersebut dalam ayat 1 ada beberapa Hakim opsir yang serendah-rendahnya berpangkat kolonel serta yang diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.
(3)        Jaksa Agung karena jabatannya menjadi Jaksa Tentara Agung.
(4)        Menteri Kehakiman menunjuk satu atau lebih Jaksa Pengganti pada Kejaksaan Tentara Agung.
(5)        Panitera Mahkamah Agung karena jabatannya menjadi Panitera Mahkamah Tentara Agung.
(6)        Apabila Panitera tersebut berhalangan maka ia diwakili oleh pegawai yang berhak mewakilinya pada Mahkamah Agung Indonesia.

Pasal 24
(1)        Mahkamah Tentara Agung bersidang untuk memeriksa dan memutuskan perkara dengan ketuanya atau salah satu dari Ketua Mudanya atau salah satu hakim ahli hukum sebagai Ketua, Jaksa Agung atau penggantinya, dua Hakim opsir sebagai anggota dan seorang Panitera atau penggantinya.
(2)        Peraturan untuk Mahkamah Tentara Tinggi yang termuat dalam pasal 16 ayat 4, 5 dan 6 berlaku juga untuk Mahkamah Tentara Agung.

Pasal 25
(1)        Pembagian pekerjaan antara Ketua, para Ketua Muda dan para Hakim pada Mahkamah Tentara Agung diatur oleh Ketua.
(2)        Pembagian pekerjaan antara Jaksa Tentara Agung dan para Jaksa Pengganti pada Kejaksaan Tentara Agung diatur oleh Jaksa Tentara Agung.

Pasal 26
(1)        Pengawasan atas Mahkamah-Mahkamah Tentara dan Mahkamah- Mahkamah Tentara Tinggi dalam hal melakukan peradilan diserahkan kepada Mahkamah Tentara Agung.
(2)        Mahkamah Tentara Agung menyelenggarakan akan berlakunya peradilan dengan seksama dan seyogianya.
(3)        Tingkah laku dan tindakan dari badan-badan Kehakiman, tersebut dalam ayat 1 dan para Hakim dari Badan-Badan Kehakiman itu diawasi dengan cermat oleh Mahkamah Tentara Agung. Untuk itu Mahkamah Tentara Agung guna kepentingan jawatan berhak memberi peringatan-peringatan teguran-teguran dan pentunjuk-petunjuk yang dipandang perlu dan berguna kepada badan-badan Kehakiman dan para Hakim itu baik dengan surat sendiri-sendiri, maupun dengan surat edaran.

Pasal 27
Pengawasan yang serupa dengan yang tersebut dalam pasal 26 ayat 3 oleh Jaksa Tentara Agung dilakukan terhadap pada Jaksa Tentara dan Polisi Tentara dalam menjalankan pengusutan penuntutan atas kejahatan dan pelanggaran.

Pasal 28
Jika keadaan memaksa maka Mahkamah Tentara Agung dan Jaksa Tentara Agung masing-masing dapat menetapkan, bahwa untuk sesuatu atau berapa daerah, pengawasan yang termaksud dalam pasal 26 dan pasal 27 dijalankan oleh Mahkamah Tentara Tinggi dan Jaksa pada Kejaksaan Tentara Tinggi masing-masing untuk daerah hukum yang bersangkutan.

Pasal 29
Mahkamah Tentara Agung pada tingkatan peradilan pertama dan juga terakhir memutuskan semua perselisihan tentang kekuasaan mengadili:
ke
1,
antara semua Mahkamah Tentara yang tempat kedudukannya tidak sedaerah hukum sesuatu Mahkamah Tentara Tinggi;
ke
2,
antara satu Mahkamah Tentara Tinggi dan lain Mahkamah Tentara Tinggi;
ke
3,
antara suatu Mahkamah Tentara Tinggi dan sesuatu Mahkamah Tentara.

Pasal 30
Mahkamah Tentara Agung memeriksa dan memutus dalam peradilan tingkatan kedua segala perkara yang telah diputuskan oleh Mahkamah Tentara Tinggi dalam peradilan tingkatan pertama dan yang dimintakan ulangan pemeriksaan.

Pasal 31
(1)        Mahkamah Tentara Agung pada tingkatan peradilan pertama dan juga terakhir memeriksa dan memutus perkara kejahatan dan pelanggaran yang berhubung dengan jabatannya dilakukan oleh:
1.           Sekretaris Jenderal Kementrian Pertahanan, jika jabatan ini dipangku oleh seorang anggota Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat;
2.           Panglima Besar;
3.           Kepala Staf Angkatan Perang;
4.           Kepala Staf Angkatan Darat, Laut dan Udara;
5.           Kepala Badan Penyelidik Kementrian Pertahanan;
6.           Kepala Biro Pendidikan Pusat.
(2)        Dalam pengertian kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan berhubung dengan jabatannya, termasuk juga kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan dalam keadaan memberatkan kesalahannya terdakwa yang dimaksud dalam pasal 52 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

BAB V

Pasal 32
Ketua, Ketua Muda dan para Hakim Mahkamah Tentara Agung yang bukan opsir tentara, Ketua dan Ketua pengganti dari Mahkamah Tentara Tinggi dan Mahkamah Tentara, Jaksa Tentara Agung dan para Jaksa dan Jaksa pengganti pada Kejaksaan Tentara Tinggi dan Kejaksaan Tentara dan para Panitera dari badan-badan Kehakiman tersebut oleh Presiden diberi pangkat militer tituler sesuai dengan kedudukan masing-masing.

Pasal 33
Jika perlu berhubung dengan keadaan, Presiden berhak membentuk Pengadilan Tentara Luar Biasa yang susunannya dan/atau kekuasaannya menyimpang dari peraturan dalam Undang-undang Darurat ini.

BAB VI

Pasal 34
Undang-undang darurat ini dapat disebut: "Undang-undang tentang susunan dan kekuasaan Pengadilan/Kejaksaan dalam lingkungan peradilan ketentaraan" dan mulai berlaku pada hari diumumkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Undang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat.


Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 30 Maret 1950
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,
Ttd.
SOEKARNO

MENTERI KEHAKIMAN,
Ttd.
SOEPOMO

MENTERI PERTAHANAN,
Ttd.
HAMENGKU BUWONO IX.

Diumumkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 31 Maret 1950
MENTERI KEHAKIMAN,
Ttd.
SOEPOMO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1950 NOMOR 24

0 comments:

Posting Komentar