Otomatis

Kita harus mengenal diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita berusaha mengenal orang lain. kita harus mengoreksi diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita mengoreksi orang lain. kita tidak dapat merubah suatu masyarakat, tetapi jika masing-masing kita memperbaiki diri sendiri maka mungkin masyarakat tersebut juga akan berubah dengan sendirinya.

Perppu 2 Tahun 2007

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2007
TENTANG
PENANGANAN PERMASALAHAN HUKUM DALAM RANGKA PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATERA UTARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a.     bahwa bencana alam gempa bumi dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 dan gempa bumi lanjutan pada tanggal 28 Maret 2005 di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara telah mengakibatkan korban jiwa, harta benda dan kerusakan yang luar biasa di berbagai aspek kehidupan masyarakat dan pemerintahan;
b.     bahwa bencana alam tersebut selain mengakibatkan korban jiwa, harta benda dan kerusakan yang luar biasa juga menimbulkan permasalahan hukum dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan, hak keperdataan, perwalian, pertanahan, dan perbankan;
c.     bahwa permasalahan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b, sangat mendesak untuk segera ditangani, guna mengembalikan kondisi psikologis penduduk, kehidupan sosial ekonomi dan normalisasi pemerintahan melalui usaha rehabilitasi dan rekonstruksi;
d.     bahwa dalam penanganan permasalahan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf c perlu dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan memperhatikan aspirasi masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara;
e.     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Penanganan Permasalahan Hukum dalam Rangka Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.

Mengingat:
1.  Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.  Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3893);
3.  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang­Undang Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4550);
4.  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN PERMASALAHAN HUKUM DALAM RANGKA PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.     Wilayah Bencana Gempa Bumi dan Tsunami adalah Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara yang terkena dampak bencana alam gempa bumi dan tsunami.
2.     Tanah Musnah adalah tanah yang sudah berubah dari bentuk asalnya karena peristiwa alam dan tidak dapat diidentifikasi lagi sehingga tidak dapat difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
3.     Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang­Undang tentang Perbankan.
4.     Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
5.     Wali adalah orang atau badan yang menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.
6.     Baitul Mal adalah Lembaga Agama Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berwenang menjaga, memelihara, mengembangkan, dan mengelola harta agama dengan tujuan untuk kemaslahatan umat serta menjadi wali pengawas berdasarkan Syariat Islam.
7.     Balai Harta Peninggalan adalah lembaga yang berada di dalam lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang mengurus perwalian, pengampuan, ketidakhadiran, harta peninggalan tidak terurus, pendaftaran akta wasiat, surat keterangan waris, dan kepailitan bagi penduduk yang bukan beragama Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam atau penduduk, baik yang beragama Islam maupun yang tidak beragama Islam di Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.
8.     Pengadilan adalah Mahkamah Syar'iyah Kabupaten/Kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Pengadilan Agama di Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara bagi yang beragama Islam atau pengadilan negeri bagi yang tidak beragama Islam.

BAB II
TUJUAN

Pasal 2
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.

BAB III
PERTANAHAN

Bagian Kesatu
Tanah

Pasal 3
(1)  Tanah yang terkena bencana alam gempa bumi dan tsunami terdiri atas tanah yang masih ada dan tanah musnah.
(2)  Penetapan dan pengumuman tanah musnah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan berdasarkan asas transparansi, akuntabilitas, dan keadilan.
(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pengumuman tanah musnah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Pasal 4
(1)  Hak atas tanah musnah dan hak yang membebani tanah musnah menjadi hapus.
(2)  Buku tanah, tanda bukti hak atas tanah, dan dokumen yang berkaitan dengan tanah atau bukti kepemilikan lain atas tanah musnah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk tanah yang belum terdaftar, dinyatakan tidak berlaku lagi sebagai tanda bukti hak yang sah.

Pasal 5
(1)  Pemilik tanah yang tanahnya musnah baik yang sudah maupun yang belum terdaftar memperoleh tanah pengganti atau ganti kerugian melalui pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang telah ditetapkan dari pemerintah daerah atau Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
(2)  Penggantian tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan:
a.               ketersediaan tanah;
b.               bukti pemilikan atau penguasaan hak atas tanah;
c.               dokumen pertanahan yang ada pada kantor pertanahan setempat; dan/atau
d.               Rencana Umum Tata Ruang.
(3)  Pemilik tanah yang tanahnya musnah dan telah memperoleh tanah pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat menuntut pengembalian tanahnya yang musnah tersebut dan/atau ganti rugi yang terkait dengan tanah.

Pasal 6
Tanah yang masih ada baik terdaftar maupun tidak terdaftar, yang dapat diidentifikasi maupun tidak, dilakukan pengukuran kembali dan penetapan batas berdasarkan penunjukkan batas oleh pemegang hak atas tanah atau ahli waris bersama masyarakat, pejabat kelurahan, gampong, atau desa setempat, dan Kepala Kantor Pertanahan, untuk kemudian dibuatkan sertifikat hak atas tanah.

Pasal 7
(1)  Tanah yang sudah terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tetapi tanda bukti haknya rusak, hilang, atau musnah, diterbitkan tanda bukti hak pengganti dengan sistem penomoran identitas bidang.
(2)  Dengan penerbitan tanda bukti hak pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka tanda bukti hak atas tanah yang lama dinyatakan tidak berlaku lagi.
(3)  Tanah yang belum terdaftar yang berasal dari bekas tanah hak milik adat, dapat dilakukan pengakuan atau penegasan hak oleh Kantor Pertanahan untuk diterbitkan tanda bukti hak.
(4)  Tanah yang belum terdaftar yang berasal dari tanah negara dapat diberikan hak atas tanah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)  Pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dilaksanakan dengan sistem penomoran identitas bidang.

Bagian Kedua
Kepemilikan dan Pengelolaan Tanah

Pasal 8
(1)  Tanah yang tidak ada lagi pemilik dan ahli warisnya yang beragama Islam menjadi harta agama dan dikelola oleh Baitul Mal.
(2)  Penetapan mengenai ada atau tidaknya pemilik dan ahli waris serta pengelolaan tanah oleh Baitul Mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengadilan.
(3)  Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh keluarga, masyarakat, atau pengurus Baitul Mal.

Pasal 9
(1)  Tanah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang tidak ada lagi pemilik dan ahli warisnya yang bukan beragama Islam, dikelola oleh Balai Harta Peninggalan.
(2)  Penetapan mengenai ada atau tidaknya pemilik dan ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.

Pasal 10
(1)  Apabila sebelum lewat waktu 25 (dua puluh lima) tahun sejak penetapan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) terdapat seseorang yang menyatakan bahwa tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) adalah miliknya, dan telah mendapatkan penetapan sebagai pemilik dari Pengadilan, maka Baitul Mal wajib mengembalikan tanah kepadanya.
(2)  Apabila tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilakukan perubahan fisik penggunaan dan/atau pemanfaatannya, atau telah dialihkan kepada pihak lain, maka kepada bekas pemilik atau ahli warisnya wajib diberikan ganti kerugian oleh Baitul Mal.

Pasal 11
(1)  Baitul Mal selaku pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), merupakan lembaga yang berada di bawah koordinasi Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota dan bertanggung jawab kepada Gubernur, atau Bupati/Walikota, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas pokok, fungsi, hak, dan kewajiban Baitul Mal diatur dengan Qanun.

Pasal 12
(1)  Pengadaan tanah untuk pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan berdasarkan ketentuan mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau cara lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan melibatkan masyarakat, pemerintah daerah, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi, instansi terkait lainnya di daerah, serta pihak ketiga, dengan memperhatikan adat istiadat setempat.
(2)  Pengadaan tanah untuk relokasi perumahan korban bencana gempa bumi dan tsunami dilakukan melalui tata cara dan mekanisme musyawarah bersama antara masyarakat, pemerintah daerah, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi, serta instansi terkait lainnya di daerah.

Pasal 13
(1)  Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Notaris dilarang membuat akta peralihan penguasaan, pemilikan, atau pembebanan terhadap tanah di wilayah yang terkena bencana gempa bumi dan tsunami sebelum diketahui secara jelas data yuridis dan data fisiknya.
(2)  Akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan/atau Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum.
(3)  PPAT atau Notaris yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Dokumen

Pasal 14
(1)  Dokumen pertanahan dapat berupa dokumen tertulis atau dokumen elektronik.
(2)  Dokumen pertanahan dalam bentuk elektronik berlaku sebagai alat bukti yang sah dan memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan dokumen tertulis.
(3)  Apabila dokumen pertanahan dalam bentuk elektronik akan diterbitkan sebagai produk hukum tertulis maka dapat dilakukan pencetakan dokumen elektronik.
(4)  Hasil cetak dari dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan alat bukti yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
(5)  Setiap hasil pencetakan dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilegalisasi, yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk dengan dibuatkan Berita Acara.

Bagian Keempat
Biaya, Bea, dan Pajak

Pasal 15
Permohonan penerbitan tanda bukti hak pengganti, konversi hak atas tanah, pengakuan hak atas tanah, atau penetapan hak atas tanah dan pendaftarannya bagi masyarakat di Wilayah Pasca Bencana gempa bumi dan tsunami tidak dikenakan biaya, bea, dan pajak sampai dengan tahun 2009.

BAB IV
PERBANKAN

Pasal 16
(1)  Bank dapat mengeluarkan bukti kepemilikan atas simpanan yang hilang atau musnah akibat bencana gempa bumi dan tsunami sesuai pencatatan yang ada pada bank berdasarkan permintaan dari nasabah atau ahli waris/wali nasabah setelah bank meyakini kebenaran identitas nasabah atau ahli waris/wali nasabah.
(2)  Keyakinan atas kebenaran identitas nasabah atau ahli waris/wali nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dengan cara:
a.               meminta nasabah atau ahli waris/wali nasabah mengisi formulir identifikasi nasabah bank; dan
b.               meminta bukti keterangan ahli waris/wali nasabah yang dikeluarkan oleh pengadilan apabila yang mengajukan adalah ahli waris/wali nasabah.
(3)  Cara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku pula untuk penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah atau ahli waris/wali nasabah yang tidak didukung dengan dokumen yang lengkap. (4) Dalam hal catatan mengenai simpanan nasabah di bank musnah dan nasabah atau ahli waris/wali nasabah dapat menunjukkan bukti simpanannya di bank, maka bank melakukan pencatatan setelah bank meyakini kebenaran atau keaslian bukti simpanan tersebut.

Pasal 17
Dalam melayani penarikan dana nasabah yang tidak didukung dengan dokumen yang lengkap, bank tetap harus memperhatikan prinsip kehati-hatian.

 Pasal 18
(1)  Dalam hal terdapat simpanan dana nasabah di bank yang tidak diketahui lagi keberadaan pemilik atau ahli waris/wali nasabah, bank menyerahkan simpanan nasabah tersebut kepada Baitul Mal atau Balai Harta Peninggalan setelah memperoleh penetapan dari Pengadilan.
(2)  Penyerahan simpanan nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh bank melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a.               melakukan penelitian terhadap rekening simpanan yang diduga tidak ada lagi pemilik atau ahli waris/wali nasabah;
b.               mengumumkan nama dan alamat nasabah sebagaimana dimaksud pada huruf a paling sedikit 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang­Undang ini; dan
c.               mengajukan permohonan penetapan kepada pengadilan yang berwenang mengenai penyerahan simpanan nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 19
Pengumuman mengenai nama dan alamat nasabah penyimpan oleh bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b, dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kerahasiaan bank.

Pasal 20
(1)  Penyerahan simpanan yang dianggap tidak ada nasabah penyimpan atau ahli waris/wali nasabah kepada Baitul Mal atau Balai Harta Peninggalan tidak menyebabkan hak tagih atas simpanan nasabah tersebut menjadi hapus.
(2)  Bank dibebaskan dari tuntutan hukum atas penyerahan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).

Pasal 21
Bank yang gedung kantornya mengalami kerusakan sehingga untuk sementara tidak dapat digunakan, pengurus bank dapat memindahkan lokasi kegiatan operasionalnya ke tempat yang lebih aman dalam satu wilayah kota/kabupaten dan melaporkan kepindahan tersebut kepada Bank Indonesia.

Pasal 22
(1)  Keputusan mengenai hak tanggungan dan utang terhadap tanah yang telah dinyatakan musnah diserahkan kepada kebijakan masing-masing bank pemberi kredit.
(2)  Hak tanggungan yang dokumennya hilang tetapi sudah terdaftar, bank mengajukan dokumen pengganti untuk hak atas tanah dan hak tanggungannya.

Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian berbagai permasalahan perbankan pasca bencana gempa bumi dan tsunami diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.

BAB V
PEWARISAN DAN PERWALIAN
Bagian Kesatu
Pewarisan

Pasal 24
(1)  Setiap orang dapat mempunyai hak keperdataan atas harta kekayaan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
(2)  Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihkan dan/atau dipindahtangankan.

Pasal 25
(1)  Dalam hal pemilik hak keperdataan meninggal, maka hak atas harta kekayaannya beralih kepada ahli waris yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Bagi ahli waris yang masih di bawah umur atau tidak cakap bertindak menurut hukum, pengelolaan atas harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh orang perorangan dari keluarga terdekat.
(3)  Dalam hal orang perorangan dari keluarga terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, maka pengelolaan atas harta kekayaan dapat dilakukan oleh masyarakat setempat atau lembaga adat.
(4)  Untuk dapat memperoleh hak atas pengelolaan harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) wajib terlebih dahulu mendapatkan penetapan dari Pengadilan.
(5)  Pengadilan dapat menyatakan penetapan pengelolaan harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak berlaku apabila terjadi penyalahgunaan, pemborosan, atau merugikan kepentingan anak.

Pasal 26
(1)  Orang perorangan atau lembaga adat yang melakukan pengelolaan harta kekayaan bertanggung jawab atas pengelolaan tersebut.
(2)  Pengadilan dapat menetapkan pihak lain untuk mewakili hak dan kepentingan pengelolaan atas harta kekayaan anak.

Bagian Kedua
Perwalian

Pasal 27
Harta kekayaan yang pemiliknya dan ahli warisnya tidak diketahui keberadaannya, karena hukum, berada di bawah pengawasan dan pengelolaan Baitul Mal atau Balai Harta Peninggalan sampai ada penetapan Pengadilan.

Pasal 28
Baitul Mal atau Balai Harta Peninggalan mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk ditetapkan sebagai pengelola terhadap harta kekayaan yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya.


Pasal 29
(1)  Dalam hal dapat diketahui kembali orang yang dinyatakan tidak diketahui keberadaannya, maka yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan keberatan kepada Pengadilan.
(2)  Dalam hal ahli waris dari orang yang telah dinyatakan meninggal dapat diketahui, maka yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan keberatan kepada Pengadilan.

Pasal 30
Dalam hal Pengadilan mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, maka Baitul Mal atau Balai Harta Peninggalan wajib mengembalikan harta kekayaan yang dikelola disertai Berita Acara Penyerahan.

Pasal 31
(1)  Anak di bawah umur yang orang tuanya telah meninggal atau tidak cakap bertindak menurut hukum, maka harta kekayaannya dikelola oleh wali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Orang yang tidak cakap bertindak menurut hukum yang orang tuanya telah meninggal atau tidak cakap bertindak menurut hukum, maka harta kekayaannya dikelola oleh wali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32
(1)  Dalam hal pihak keluarga tidak mengajukan permohonan penetapan wali, maka Baitul Mal atau Balai Harta Peninggalan sebagai wali pengawas mengajukan permohonan penetapan wali kepada Pengadilan.
(2)  Permohonan penggantian wali dapat diajukan oleh Baitul Mal atau Balai Harta Peninggalan kepada Pengadilan.

BAB VI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 33
PPAT atau Notaris yang membuat akta peralihan penguasaan, pemilikan, atau pembebanan terhadap tanah di wilayah yang terkena gempa bumi dan tsunami sebelum diketahui secara jelas data yuridis dan data fisiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima tahun) dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 34
(1)  Dokumen kependudukan atau keterangan tertulis yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara bagi kepentingan masyarakat sebelum diberlakukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini merupakan dokumen yang sah.
(2)  Tindakan yang telah dilakukan bank dalam rangka penarikan dana oleh nasabah, ahli waris/wali nasabah yang tidak dilengkapi dengan identitas diri atau bukti kepemilikan yang lengkap sebelum diberlakukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini adalah sah sepanjang dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan itikad baik.
(3)  Peraturan perundang-undangan lain yang menyangkut penanganan permasalahan hukum pasca gempa bumi dan tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara tetap berlaku sepanjang belum diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang­Undang ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 5 September 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 5 September 2007

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 119

_________________________________________________________________

PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2007
TENTANG
PENANGANAN PERMASALAHAN HUKUM DALAM RANGKA PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATERA UTARA


I.    UMUM
Bencana alam gempa bumi dan tsunami yang menimpa wilayah dan kehidupan masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 26 Desember 2004 dan diikuti dengan gempa susulan di Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 28 Maret 2005 telah menimbulkan korban jiwa dan kerusakan luar biasa di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Keadaan darurat yang ditimbulkan oleh bencana tersebut perlu diatasi dengan cara yang adil, bijak dan penghormatan atas hak-hak sipil warga masyarakat.

Peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini tidak cukup untuk dijadikan dasar oleh pemerintah dalam melakukan tindakan pemerintahan serta upaya menanggulangi berbagai langkah perbaikan dari sisi fisik maupun psikis untuk mengatasi kondisi yang tidak normal pada daerah yang terkena bencana di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.

Dalam rangka pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara yang terkena bencana alam gempa bumi dan tsunami telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara dengan membentuk 3 (tiga) kelembagaan yaitu Dewan Pengarah, Dewan Pengawas, dan Badan Pelaksana. Untuk melaksanakan berbagai langkah rehabilitasi dan rekonstruksi tersebut dalam pelaksanaannya cukup sulit untuk menerapkan berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat dalam situasi dan kondisi yang normal ke dalam situasi dan kondisi yang tidak normal pada wilayah bencana.

Berdasarkan kondisi di atas, diperlukan penanganan khusus dan mendesak untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul terutama di bidang pertanahan, perbankan, keperdataan, dan administrasi kependudukan dengan menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang akan ditetapkan untuk melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi pada wilayah bencana tersebut perlu dilakukan dengan mendasarkan pada Undang­Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Kebutuhan peraturan perundang-undangan yang mendesak untuk segera diselesaikan dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah bencana terfokus pada masalah di bidang pertanahan, perbankan, keperdataan, dan administrasi kependudukan.

Beberapa ketentuan yang perlu dimuat untuk mengatasi penyelesaian di bidang hukum antara lain untuk mengatasi akibat hukum bagi tanah musnah akibat gempa dan tsunami yang tidak dapat lagi difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan oleh pemiliknya, di mana Pemerintah melaksanakan program penggantian tanah. Konsekuensi penggantian tersebut adalah bahwa semua buku tanah, sertifikat hak atas tanah, dan dokumen yang berkaitan dengan tanah yang bersangkutan atas bukti-bukti kepemilikan lainnya tidak berlaku. Selanjutnya untuk tanah yang musnah akan dilakukan penataan kembali dengan memperhatikan tata ruang yang akan ditetapkan kemudian. Di samping itu banyak nasabah bank yang mempunyai simpanan atau hutangnya di bank telah meninggal atau hilang akibat bencana tersebut harus diumumkan oleh bank untuk dapat diketahui ahli warisnya agar bank dapat menyelesaikan aktiva dan pasiva nasabah tersebut secara baik dan adil.

II.  PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Terjadinya gempa bumi dan gelombang tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara menyebabkan kondisi tanah yang semula sangat jelas batas-batasnya menjadi sangat sulit untuk diidentifikasi. Misalnya semula tanah daratan kemudian menjadi laut, atau semula dapat ditanami namun dengan terjadinya gelombang tsunami mengakibatkan tanahnya tidak dapat ditanami, karena telah teracuni oleh kandungan lumpur yang dibawa oleh gelombang tsunami.
Ayat (2)
Inisiatif untuk menyatakan tanah musnah dapat berasal dari pemerintah, pemilik/ahli waris, atau pihak lain yang berkepentingan. Penetapan tanah musnah harus dilakukan secara hati-hati mengingat hak-hak keperdataan dari masyarakat terhadap tanah musnah tersebut masih tetap melekat, sehingga penetapan dan pengumuman tanah musnah perlu dilakukan berdasarkan asas transparansi yaitu masyarakat dapat mengakses dan mengikuti perkembangan rencana penetapan tanah musnah yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dengan mudah dan terjangkau; asas akuntabilitas yaitu kewajiban bagi pemerintah daerah, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi, dan instansi terkait lainnya di daerah untuk mempertanggungjawabkan penetapan terhadap tanah musnah; dan asas keadilan yaitu setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama dalam memelihara dan meningkatkan kesejahteraannya sehubungan dengan penetapan tanah musnah.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Meskipun sudah tidak mempunyai kekuatan hukum namun untuk kepentingan dalam menelusuri sejarah kepemilikan hak atas tanah, dokumen-dokumen seperti buku tanah, tanda bukti hak atas tanah, atau bukti kepemilikan tetap akan digunakan sebagai acuan dalam rangka pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.

Pasal 5
Ayat (1)
Pelaksanaan tanah pengganti untuk relokasi perumahan dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yang dimaksud adalah RUTR yang terbaru setelah terjadinya tsunami yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Ayat (3)
Tanah pengganti yang dimaksud di sini hanya untuk relokasi perumahan.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tanda bukti hak" adalah sertifikat hak atas tanah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 8
Ayat (1)
Kejadian gempa dan gelombang tsunami telah mengakibatkan meninggal dan hilangnya ratusan ribu jiwa, berbagai hak milik, data, dan dokumen kepemilikan pribadi lainnya yang melekat sejalan dengan kehidupan sebagai manusia. Tanah merupakan salah satu harta yang paling utama bagi seluruh umat manusia untuk menjalani kehidupannya termasuk di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. Namun berdasarkan keistimewaan dan kekhususan yang diberikan oleh undang-undang khusus kepada Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, maka tanah-tanah yang masih ada yang ahli warisnya sudah tidak ada lagi dan beragama Islam, maka tanahnya berada di bawah pengelolaan Baitul Mal.
Ayat (2)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Mahkamah Syar'iyah merupakan lembaga peradilan dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berlaku untuk penduduk yang beragama Islam. Oleh karena itu khusus untuk masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang beragam Islam menjadi sangat signifikan, termasuk untuk menetapkan pemilik tanah dan ahli waris yang meninggal atau hilang akibat bencana.
Ayat (3)
Keluarga di sini dapat diajukan baik dari keluarga pihak suami maupun dari pihak istri/garis keturunan terdekat/garis keturunan yang masih memungkinkan untuk dibuktikan bahwa orang yang bersangkutan berhak menjadi ahli waris.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Ayat (1)
Penetapan waktu 25 (dua puluh lima) tahun sebagai batas pengajuan permohonan kepemilikan ditempuh adalah karena pertimbangan kemaslahatan umum dan untuk kepastian hukum.
Ayat (2)
 Cukup jelas.

Pasal 11
Ayat (1)
Pengelolaan oleh Baitul Mal di sini dalam arti bahwa Baitul Mal berwenang mengurus segala sesuatu mengenai keberadaan tanah dimaksud, bukan dalam arti diberikan hak pengelolaan, sehingga tanah-tanah yang sudah terdaftar di kantor pertanahan datanya tetap sesuai dengan keadaan semula dan pengelolaan oleh Baitul Mal dicatat dalam daftar isian.
Ayat (2)
Cukup jelas.


Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "cara lain" adalah dengan cara jual beli, wakaf, hadiah, tukar-menukar, hibah, pelepasan kawasan hutan, pelepasan hak dengan sukarela atau penunjukan tanah negara lainnya.
Yang dimaksud dengan "pihak ketiga" di sini adalah pihak yang dianggap netral dan tidak memiliki kepentingan serta ditunjuk oleh para pihak untuk melakukan mediasi dalam menyelesaikan permasalahan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Yang dimaksud dengan "adat istiadat" adalah pemberdayaan lembaga adat sebagai instrumen penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengenaan sanksi administratif bagi notaris dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang tentang Jabatan Notaris dan bagi PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "dokumen elektronik" adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal,atau sejenisnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Data dokumen pertanahan dalam bentuk elektronik yang telah diterbitkan sebagai produk hukum tertulis, tetap disimpan di dalam database pertanahan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 15
Mengingat situasi dan kondisi yang ada di wilayah bencana tidak memungkinkan masyarakat yang terkena bencana untuk memenuhi kewajiban membayar biaya, bea dan pajak sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16
Ayat (1)
Apabila diperlukan, bank dapat melakukan identifikasi lebih lanjut terhadap nasabah dengan cara melakukan wawancara terhadap nasabah, mengambil sidik jari nasabah, dan/atau membuat dokumentasi atau foto nasabah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 17
Yang dimaksud dengan "prinsip kehati-hatian" antara lain dengan menetapkan batas nilai maksimal dan frekuensi penarikan dana.

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pengumuman mengenai nama dan alamat nasabah penyimpan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada nasabah penyimpan atau ahli waris/wali untuk mengajukan klaim atas simpanan tersebut. Di samping itu pengumuman tersebut dimaksudkan untuk memperkuat keyakinan bank bahwa nasabah penyimpan atau ahli waris/wali tidak ada.
Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Ayat (1)
Nasabah penyimpan atau ahli waris/wali tetap dapat mengajukan tagihan kepada Baitul Mal atau Balai Harta Peninggalan.
Ayat (2)
Bank dibebaskan dari tanggung jawab apabila telah melakukan langkah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2).

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dokumen" adalah tanda bukti hak atas tanah, sertifikat hak tanggungan, dan akta-akta yang terkait.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "lembaga adat" adalah lembaga adat yang berfungsi dan berperan sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota di bidang keamanan, ketenteraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat, termasuk penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan secara adat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penggantian wali" adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Ayat (1)
Dokumen kependudukan terdiri atas biodata penduduk, kartu keluarga, kartu tanda penduduk, surat-surat keterangan kependudukan, dan register akta catatan sipil serta kutipan akta catatan sipil.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "itikad baik" adalah antara lain tindakan tersebut dilakukan dengan maksud tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri, keluarga, kelompok sendiri, dan/atau tindakan-tindakan lain yang berindikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4765

0 comments:

Posting Komentar