Otomatis

Kita harus mengenal diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita berusaha mengenal orang lain. kita harus mengoreksi diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita mengoreksi orang lain. kita tidak dapat merubah suatu masyarakat, tetapi jika masing-masing kita memperbaiki diri sendiri maka mungkin masyarakat tersebut juga akan berubah dengan sendirinya.

Gubernur Suryo

GUBERNUR SURJO

Mempunyai nama lengkap Raden Mas Tumenggung Arjo Surjo. Lahir di Magetan 9 Juli 1896.
Pendidikan OSVIA, Sekolah Polisi dan Sekolah Bupati.

Karir Surjo dimulai dri bawah, yaitu:
- Lulus dari OSVIA bekerja pada kantor Kontroler di Ngawi sebagai CPNS.
- Diangkat menjadi Mantri veldpolitie di Madiun.
- Setamat dari sekolah polisi, ia diangkat menjadi camat dan tugasnya berpindah-pindah.
- Selanjutnya diangkat menjadi Wedana di Pacitan dan kemudian dipindah ke Porong.
- Tahun 1938 diangkat sebagai Bupati Magetan.

Sebagai pamongpraja, ia menunjukkan perhatian yang besar terhadap kesejahteraan rakyat dengan tindakannya antara lain:
- Memperbaiki bendungan-bendungan Kali Porong yang setiap tahun banjir.
- Memperlebar dan mengaspal jalan antara Megetan dan Sarangan (dikenal sebagai tempat wisata) dengan tujuan memperlancar lalulintas perekonomian yang pada gilirannya akan meningkatkan taraf hidup hidup rakyat setempat.

Sampai negri RI diproklamasikan, Surjo sudah berdinas sebagai pamongpraja selama kurang lebih seperempat abad.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pamongpraja Surjo selalu bertugas di Jawa Timur. Dengan pertimbangan itulah pemerintah RI mengangkat Surjo sebagai Gubernur Jawa Timur.

Tanggal 25 Oktober 1945 pasukan Inggris mendarat di Surabaya di bawah pimpinan Brig Jen Mallaby. Suatu ketika mereka meminta Gubernur datang ke kapal untuk berunding dan Surjo menolak. Pihak Indonesia meminta supaya Inggris menghargai Pemerintah Indonesia yang berdaulat.

Mereka mengeluarkan selebaran menuntut agar orang-orang Indonesia yang memiliki senjata menyerahkan kepada pasukan Inggris. Tanggal 28 Oktober 1945, tentara Inggris menyita mobil-mobil preman. Sore harinya pemuda-pemuda Surabaya melancarkan serangan serentak ke pos-pos pertahanan Inggris di dalam kota dan pertempuran berlangsung sampai tanggal 30 Oktober 1945 dalam insiden tersebut Brig Jen Mallaby tertembak mati.

Tanggal 28 Oktober 1945 Mallaby berjanji tidak akan melucuti pemuda-pemuda kita, namun janji itu dilanggarnya sendiri sehingga pemuda-pemuda kita melawan dengan segala keberaniannya bertaruh nyawa.

Tanggal 8 November 1945 Surjo menolak untuk datang ke Kantor Mayor Jenderal Mnsergh, karena dalam suratnya tertulis Tuan R.M.T.A.Surjo tidak menyebutkan Surjo dengan istilah Gubernur Surjo.

Pihak Inggris mengeluarkan ultimatum kepada seluruh penduduk Surabaya yang isi pokoknya kepada penduduk Surabaya untuk menyerahkan senjata hingga pukul 06.00 tanggal 6 November 1945. Bila itu tidak dilakukan maka Inggris akan menggerakkan kekuatan darat, laut dan udara untuk menguasai Surabaya.

Dengan adanya ultimatum tersebut, Gubernur Surjo memerintahkan Dul Amowo untuk bertelpon kepada Presiden Soekarno. Presiden memerintah agar jangan bertindak terlebih dulu, sebab Mentri Luar Negri Ahmad Subardjo sedang berunding dengan pimpinan tentara Inggris. Tanggal 9 November 1945 pukul 21.00 Gubernur Surjo mengadakan pidato di radio yang menyerukan agar rakyat Jawa Timur tetap tenang sambil menunggu hasil perundingan.

Pukul 22.10 Dul Amowo mengadakan hubungan kembali dengan MenLu, ternyata usaha pemerintah RI untuk mencegah pertempuran tidak berhasil sehingga Pemerintah Pusat menyerahkan keputusannya kepada Pemerintah Jawa Timur, menerima ultimatum atau menolaknya. Akhirnya diperoleh kata sepakat untuk menolak ultimatum Inggris.

Tanggal 10 November 1945 Surabaya diserang dari darat, laut dan udara. Gubernur Surjo memindahkan Pemerintahan ke Mojokerto, kemudian ke Malang.

Pemerintah melihat potensi yang ada dalam diri Surjo sehingga dalam bulan Juni 1947 ia diangkat menjadi Wakil Ketua DPA berkedudukan di Yogyakarta, kemudian diangkat menjadi Ketua Dewan.

Ketika menyertai perjalanan dinas Wapres ke Sumatera Barat, penduduk simpati kepadanya dan mengharapkan agar Pak Surjo bersedia menjadi Gubernur di daerahnya.

Tanggal 10 November 1948 Surjo bermaksud menghadiri peringatan 40 hari meninggalnya adiknya yang dibunuh oleh PKI. Ia berangkat dari Yogyakarta ke Madiun namun di tengah perjalanan di desa Bogo-Ngawi, mobil Surjo berpapasan dengan sisa-sisa gerombolan PKI yang dipimpin Maladi Jusuf.

Dari arah berlawanan datang mobil yang ditumpangi oleh Komisaris Besar Polisi M.Durjat dan Komisaris (Mayor) Polisi Suroko. Mereka dibawa ke hutan Sonde. Di tempat itulah mereka dibunuh oleh PKI. Empat hari kemudian jenazahnya ditemukan penduduk di Kali Kakah, Dukuh Ngandu Ngawi. Kini, di tempat terbunuhnya almarhum telah didirikan monumen Peringatan. Berkat jasa-jasanya, ia dianugerahi Pahlawan Nasional.

0 comments:

Posting Komentar