Otomatis

Kita harus mengenal diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita berusaha mengenal orang lain. kita harus mengoreksi diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita mengoreksi orang lain. kita tidak dapat merubah suatu masyarakat, tetapi jika masing-masing kita memperbaiki diri sendiri maka mungkin masyarakat tersebut juga akan berubah dengan sendirinya.

Teror Terhadap Hakim Tipikor

  Oleh Isman
15 Oktober 2011

Pengadilan Tipikor Negeri Bandung pada tanggal 11 Oktober 2011 telah membebaskan terdakwa kasus korupsi Wali Kota Bekasi nonaktif Mochtar Mohamad. 
Dengan diputus bebasnya Wali Kota Bekasi nonaktif ini berarti Pengadilan Tipikor Negeri Bandung telah ada tiga perkara korupsi yang diputus bebas oleh Pengadilan Tipikor Negeri Bandung yakni perkara korupsi dengan terdakwa Wakil Walikota Bogor, Achmad Ru'yat dan Bupati Subang, Eep Hidayat. Dari tiga perkara yang diputus bebas oleh Pengadilan Tipikor Bandung, diketahui dua perkara ditangani oleh Kejaksaan dan satu perkara ditangani KPK. Perkara yang ditangani Kejaksaan dan divonis bebas oleh Majelis Hakim Tipikor Bandung, yakni perkara korupsi dengan terdakwa Wakil Walikota Bogor, Achmad Ru'yat dan Bupati Subang, Eep Hidayat 1). Sejak sebelum Majelis Hakim membacakan putusannya, KPK telah melakukan pemantauan terhadap para hakim Pengadilan Tipikor Bandung yang akan memvonis Walikota Bekasi nonaktif Mochtar Mohammad karena be­berapa kali membebaskan ter­dak­wa korupsi. KPK tidak ingin ada vonis bebas lagi terhadap terdakwa perkara korupsi di Pengadilan Tipikor Bandung 2).

Putusan Pengadilan Tipikor Negeri Bandung yang membebaskan Wali Kota Bekasi nonaktif Mochtar Mohamad menuai berbagai kecaman dari berbagai kalangan. Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch, Febridiansyah menilai kasus itu mengidap banyak kejanggalan. Menurut Febridiansyah, kejanggalan tampak karena kasus itu merupakan bagian dari kasus penangkapan auditor BPK yang sudah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor. “Nah, dari fakta sidang itu muncul nama Mochtar. Maka, menjadi aneh jika seolah-olah tidak terjadi sesuatu terhadapnya,” 3). Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum segera mengusut vonis bebas Mochtar Mohammad karena mencurigai perkara yang diputus di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung digembosi oleh mafia hukum. Sekretaris Satgas Mafia Hukum Denny Indrayana mengatakan bahwa satgas memperhatikan vonis macam ini, yang indikasi awalnya ada praktek mafia hukum4). Denny Indrayana menilai kasus vonis bebas Wali Kota nonaktif Bekasi Mochtar Mohamad oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung cukup aneh. Menurutnya, putusan bebas tersebut menunjukkan satu kecenderungan mengkhawatirkan dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi. Para hakim yang memutus itu tentu harus segera dicek lagi kapasitas integritasnya. Selanjutnya Denny Indrayana juga mengatakan "Ada hakim yang pernah divonis bersalah dalam kasus korupsi walau di MA, tapi akhirnya bebas, dan, itu satu info yang sangat berharga untuk ditindaklanjuti" 5).

Semua ahli hukum pasti sangat memahami bahwa seseorang yang didakwa melakukan tindak pidana belum tentu orang tersebut bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan terhadapnya. Siapapun yang didakwa telah melakukan tindak pidana harus dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa ia telah terbukti secara meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan terhadapnya. Prinsip ini dikenal dengan Asas Praduga Tak Bersalah atau Presumption of innocence. Asas Praduga Tak Bersalah ini dianut dan diakui dalam sistem hukum pidana di Indonesia.

Pasal 8 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur bahwa Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan kedua pasal tersebut, Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa ia telah terbukti secara meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana yang didakwakan terhadapnya. Dengan demikian apabila seseorang telah dinyatakan tidak bersalah atas tindak pidana yang didakwakan terhadapnya oleh suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka orang tersebut secara hukum tidak boleh dikatakan pernah melakukan tindak pidana yang didakwakan terhadapnya tersebut. Prinsip ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum atas status dan martabat seseorang dan oleh karenanya prinsip ini harus dipegang teguh dan dihormati oleh semua pihak.

Pasal Pasal 183 KUHAP menentukan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dalam penjelasan Pasal ini disebutkan bahwa Ketentuan ini adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seorang. Berdasarkan Pasal 183 KUHAP tersebut hakim baru diperbolehkan menjatuhkan pidana kepada seseorang apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah hakim memperoleh keyakinan tentang :
1. bahwa suatu tindak pidana yang didakwakan benar-benar terjadi; dan
2. bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Bisa jadi suatu peristiwa pidana yang didakwakan memang dapat dibuktikan dipersidangan bahwa peristiwa tersebut memag benar-benar terjadi tetapi pelakunya bukan orang yang sedang dijadikan terdakwa dalam persidangan tersebut.

Secara acontrario berdasarkan pasal 183 KUHAP, Hakim harus membebaskan terdakwa dari segala dakwaan apabila dalam persidangan tidak terdapat sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang dapat membuktikan dan meyakinkan hakim bahwa tindak pidana tersebut memang benar terjadi dan juga dapat membuktikan secara sah dan meyakinkan bahwa terdakwa memang bersalah telah melakukan tindak pidana tersebut. Apabila seseorang diputus bebas oleh atau lepas dari segala tuntutan hukum, maka orang tersebut berhak memperoleh rehabilitasi yaitu untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya [Pasal 97 jo pasal 1 ayat (1) KUHAP].

Hakim sebagai aparat yang melaksanakan kekusaan kehakiman, dalam memeriksa dan memutus suatu perkara harus merdeka dalam arti harus bebas dari segala bentuk intervensi dan tekanan dari pihak manapun juga. Prinsip ini ditegaskan dalam dalam peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Prinsip ini merupakan salah satu prinsip penting bagi Indonesia sebagai suatu negara hukum.

Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang mangatur bahwa Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pasal 1 UU No. 4 Tahun 2004 juga mengatur bahwa Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Penjelasan Pasal 1 UU No. 4 Tahun 2004 menjelaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman yang merdeka dalam ketentuan ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia. Selanjutnya didalam penjelasan umum UU No.5 Tahun 2004 disebutkan bahwa Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu prinsip penting bagi Indonesia sebagai suatu negara hukum. Prinsip ini menghendaki kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak manapun dan dalam bentuk apapun, sehingga dalam menjalankan tugas dan kewajibannya ada jaminan ketidakberpihakan kekuasaan kehakiman kecuali terhadap hukum dan keadilan. berdasarkan pasal 24 Konstitusi Negara Republik Indonesia dan ketentuan dalam UU No. 4 Tahun 2004 serta UU No.5 Tahun 2007 sangat jelas dan tegas bahwa tidak ada satu pihakpun yang diperbolehkan melakukan intervensi atau tekanan dalam bentuk apapun terhadap hakim dalam melaksanakan fungsinya dalam memeriksa dan memutus suatu perkara.

Semua ahli hukum terlebih lagi para pakar hukum dan praktisi hukum Indonesia pasti mengetahui dan memahami prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman tersbut di atas dan mereka juga sangat memahami bahwa dalam melaksanakan fungsinya sebagai hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara, seorang hakim harus bebas dari segala intervensi dan/atau tekanan dari pihak manapun tanpa terkecuali. Lantas timbul pertanyaan, kalau memang mereka mengetahui dan memahami prinsip tersebut, kenapa para praktisi hukum atau pihak-pihak yang mengaku mengerti hukum dan giat dalam aktivitas penegakan hukum di Indonesia mengecam putusan yang diambil oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Bandung dalam kasus Wali Kota Bekasi nonaktif Mochtar Mohamad?. Apakah putusan bebas dalam tindak pidana adalah sesuatu yang diharamkan dalam sistim hukum di Indonesia?.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Indra Perwira mengatakan bahwa Putusan bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung kepada Wali Kota Bekasi nonaktif Mochtar Mohamad dari perkara korupsi merupakan putusan yang objektif, rasional, dan penuh pertimbangan. Menurut Indra Perwira, putusan bebas dalam suatu peradilan merupakan persoalan yang wajar. Dengan demikian, tidak semua tersangka yang dibawa ke pengadilan Tipikor harus di hukum. 6) Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie menganggap putusan bebas murni Pengadilan Tipikor Bandung atas Walikota nonaktif Bekasi Mochtar Mohammad adalah hal yang lumrah dalam dunia peradilan. Dalam proses pembuktian, pasti ada yang menang dan ada yang kalah.  "Ada yang terbukti, ada yang tidak. Kalau mau mengikuti logika yang kalah, pasti kita tidak puas, tapi kalau setiap tidak puas lalu kita anggap pasti ada suap, kapan negara ini akan beres?" Jimly Asshiddiqie juga mengatakan bahwa “Justru, putusan tersebut menggambarkan KPK berisi manusia biasa yang bisa bekerja tidak sempurna, sehingga kasus ini baik untuk dijadikan pelajaran” 7). Dari kedua pakar hukum ini diketahui bahwa vonis bebas terdahap terdakwa kasus korupsi adalah sesuatu yang wajar dalam peradilan pidana.

Mungkin bebasnya Walikota nonaktif Bekasi Mochtar Mohammad dapat menjadi pukulan telak bagi KPK mengingat sebelumnya belum pernah ada terdakwa yang diajukan oleh KPK divonis bebas oleh pengadilan Tipikor. Juru Bicara (Jubir) KPK, Johan Budi SP mengatakan bahwa “Ini baru pertama kali sejak KPK didirikan. Kita bawa ke pengadilan dan dibebaskan”. Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto juga pernah menjelaskan bahwa KPK tidak pernah gagal dalam memenjarakan koruptor. Seluruh tersangka korupsi yang ditangani KPK selalu berujung di penjara. "KPK tidak pernah gagal. 100 Persen kasus yang KPK tangani, divonis bersalah oleh pengadilan Tipikor 8). Memang sebelum vonis bebas Walikota nonaktif Bekasi Mochtar Mohammad, kita belum pernah mendengar kasus korupsi yang ditangani oleh KPK dibebaskan oleh pengadilan. Namun bukan berarti penyidik KPK dan Jaksa Penuntut Umumnya tidak mungkin berbuat keliru atau kurang cermat dalam melakukan penyidikan dan/atau penuntutan, karena walau bagaimanapun sebagaimana yang disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie tersebut di atas bahwa KPK berisi manusia biasa yang bisa bekerja tidak sempurna, sehingga kasus ini baik untuk dijadikan pelajaran. Atau mungkin juga karena memang sebenarnya kasus dengan terdakwa Walikota nonaktif Bekasi Mochtar Mohammad sebenarnya tidak layak diajukan ke pengadilan namun karena berdasarkan Pasal 40 UU No. 30 Tahun 2002, KPK dilarang mengeluarkan penghentian penyidikan maka perkara tersebut dipaksakan diajukan kepada pengadilan daripada perkara tersebut menggantung dan menjadi beban KPK. Sepertinya sejak semula KPK khawatir Walikota nonaktif Bekasi Mochtar Mohammad akan dibebaskan pengadilan sehingga sebagaimana telah disebutkan di atas, KPK memantau para hakim Pengadilan Tipikor Bandung yang akan memvonis Walikota Bekasi nonaktif Mochtar Mohammad. Kekahwatiran tersebut sangat terlihat dengan tidakan KPK memantau Majelis Hakim dalam perkara Walikota Bekasi nonaktif Mochtar Mohammad, Bahkan sebelum hari pembacaan vonis tersebut, dalam acara diskusi "Realistiskah KPK Dibubarkan Saat ini?” Bibit Samad Riyanto, Wakil Ketua KPK menyampaikan bahwa "Pengadilan Tipikor Bandung saat ini diawasi KPK karena beberapa kali membebaskan terdakwa korupsi" 9). Sehubungan dengan tindakan KPK tersebut timbul pertanyaan apa tujuan KPK mengumumkan hal tersebut ?. Apakah pengumuman yang dilakukan oleh KPK tersebut bukan merupakan suatau tekanan dari KPK agar Majelis Hakim memvonis Walikota Bekasi nonaktif Mochtar Mohammad bersalah.

Terlepas dari segala kontrovesi yang timbul dari putusan bebas tersebut, sepertinya kita harus angkat topi dan memberikan penghargaan terhadap Majelis Hakim tersebut karena walaupun KPK telah mengumumkan bahwa mereka berada dalam pantauan KPK secara khusus, namun mereka tetap berani membebaskan terdakwa korupsi. Mudah-mudahan putusan tersebut memang diambil berdasarkan keyakinan Majelis Hakim yang timbul berdasarkan bukti-bukti dan fakta-fakta hukum dalam persidangan tanpa dipengaruhi oleh hal-hal lain.

Demikian juga patut dipertanyakan apa maksud Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana yang mengatakan bahwa "ada hakim yang pernah divonis bersalah dalam kasus korupsi walau di MA, tapi akhirnya bebas". Apakah karena salah satu hakimnya pernah jadi terdakwa dalam perkara korupsi yang kemudian divonis tidak bersalah oleh pengadilan, maka hakim tersebut lantas dicap seumur hidup sebagai koruptor sehingga tidak layak menjadi hakim yang mengadili perkara kosupsi kerena integitasnya diragukan?.

Memang pada Tahun 2005 Ramlan Comel, salah anggota Mejelis Hakim yang membebaskan terdakwa Walikota nonaktif Bekasi Mochtar Mohammad, pernah menjadi terdakwa dalam kasus Korupsi ketika menjadi Direktur PT Bumi Siak Pusako (PT BSP). Ramlan  diduga terkait kasus korupsi dana over head senilai Rp 766 juta. Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan putusannya No. 531/Pid.B/2004/PN.PBR tanggal 29 Juni 2005 antara lain telah memutuskan (1) Menyatakan terdakwa H.RAMLAN COMEL, SH. telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi”; (2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) Tahun dan Denda sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) Subsidair 2 (dua) bulan kurungan. Dalam tingkat banding. Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru tersebut kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Riau dengan putusannya No. 83/PID/2005/PTR tanggal 19 Oktober 2005. Kemudian Pengadilan Tinggi Riau mengadili sendiri dengan putusan antara lain (1) Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa H.RAMLAN COMEL, SH. terbukti, tetapi perbuatan ini tidak merupakan suatu tindak pidana; (2) Menyatakan melepaskan Terdakwa H.RAMLAN COMEL, SH. dari segala tuntutan hukum (Onslag Van Rechts Alle Voervolging); (3) Memulihkan hak Terdakwa H.RAMLAN COMEL, SH. tersebut di atas dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya. Atas putusan Pengadilan Tinggi Riau tersebut, Jaksa mengajukan kasasi dengan alasan yang pada pokoknya bahwa Bahwa judex facti tidak menerapkan atau menetapkan peraturan hukum. Sebagaimana dapat dibaca dalam Putusan Mahkamah Agung No.153 K/Pid/2006 tertanggal 28 Agustus 2006 10) Majelis Kasasi yang terdiri dari (1) Prof. DR. H. Muchsin SH. sebagai Ketua Majelis;  (2) Prof. Rehngena Purba, SH.,MS. sebagai anggota dan (3) I Made Tara, SH. sebagai anggota berpendapat bahwa alasan-alasan yang dikemukan Jaksa tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, lagi pula keberatan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, keberatan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan dalam tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang, dan apakah Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang No. 8 Tahun 1981). Dengan pertimbangan tersebut, maka Majelis Hakim Kasasi menolak permohonan kasasi jaksa.

Sebagai seorang pakar hukum, Denny Indrayana tidak sepatutnya mempertanyakan atau meragukan integritas para hakim yang memutus bebas terdakwa Walikota nonaktif Bekasi Mochtar Mohammad dan langsung menduga ada keterlibatan mafia hukum. Apakah beliau meragukan integritas Majelis Hakim karena salah satu hakimnya yaitu Ramlan Comel mantan terdakwa kasus korupsi?. Sebagaimana telah disebutkan di atas, memang Ramlan Comel pernah menjadi terdakwa kasus korupsi yang kemudian oleh dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) ia dilepaskan dari segala tuntutan hukum (Onslag Van Rechts Alle Voervolging) karena perbuatan yang didakwakan tidak merupakan suatu tindak pidana. Maksud dari bunyi putusan tersebut adalah bahwa memang terdakwa terbukti melakukan tindakan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum namun perbuatan tersebut secara hukum bukan merupakan suatu tindak pidana sehingga terdakwa tidak dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana dan oleh karenanya harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Mungkin saja Denny Indrayana belum membaca putusan pengadilan yang telah inkracht tersebut sehingga dalam mengeluarkan pernyataannya hanya mendasarkan pada informasi yang dia terima dari pihak lain yang tidak mengerti asas-asas atau prinsip-prinsip dalam hukum pidana atau mungkin orang memberikan informasi tersebut juga belum pernah membaca putusan pengadilan dalam perkara Ramlan Comel yang telah inkracht tersebut. Sebagai ahli hukum terlebih lagi sebagai public figure dan dikenal sebagai penggiat pemberantasan mafia hukum tentu saja tidak sepatutnya beliau mengeluarkan penyataan yang tidak didukung dengan informasi yang akurat karena dapat mempengaruhi opini publik.

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa Mahkamah Agung merasa kecolongan dengan lolosnya Ramlan Comel sebagai hakim ad hoc Pengadilan Tipikor hanya karena Ramlan Comel pernah menjadi terdakwa dalam perkara korupsi?. Padahal Mahkamah Agung sangat mengetahui dan memahami bahwa seseorang yang dinyatakan tidak bersalah melakukan tidak pidana oleh suatu putusan yang telah inkracht wajib dianggap tidak pernah melakukan tindak pidana yang didakwakan terhadapnya dan hak dan martabatnya sebagai warga negara adalah sama dengan hak dan martabat para hakim agung yang belum pernah didakwa melakukan tindak pidana korupsi. Ungkapan merasa kecolongan yang disampaikan oleh Mahkamah Agung setidak-tidaknya membuktikan:
1. bahwa   Mahkmah Agung tidak mempunyai sistem pengawasan yang baik terhadap para hakim sehingga tidak mempunyai informasi yang akurat tentang track record para hakim yang berada dibawah pengawasannya;
2. bahwa Mahkamah  Agung  tidak  dapat dijadikan andalan dalam mencari keadilan dan kepastian hukum karena orang yang dinyatakan tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi namun tetap dicap sebagai koruptor sehingga dianggap tidak layak untuk menjadi hakim pengadilan tindak pidana korupsi;
3. bahwa seolah  Mahkamah  Agung  tidak mengetahui  ten tang persyaratan untuk menjadi calon hakim ad hoc pengadilan Tipikor sebagai tertuang dalam pengumuman penerimaan calon hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi No. 01/Pansel/Ad Hoc TPK/XI/2009 tertanggal 11 Nopember 2009 dan Pengumuman Penerimaan Calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tindak Pertama dan Tingkat Banding Tahap III No. 07/Pansel/Ad Hoc TPK/III/2011 tertanggal 7 Maret 2011 tidak ada persyaratan tidak pernah menjadi terdakwa. Memang pada angka 6 dan angka 7 dalam kedua pengumuman tersebut tertulis tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan tidak pernah dipidana karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Apakah Mahkamah Agung berpendapat bahwa menjadi terdakwa walaupun kemudian diputus tidak bersalah oleh pengadilan dan telah inkracht merupakan suatu perbuatan tercela?. kalau memang demikian pendapat Mahakamah Agung, maka sudah sepatutnya seluruh bangsa Indonesia menangis karena sudah tidak ada tempat lagi untuk mencari kepastian hukum dan keadilan.

Bukan hanya Denny Indrayana dan Mahkamah Agung saja yang meragukan integritas Ramlan Comel. Wakil Pimpinan KPK M Jasin juga menilai bahwa Ramlan tidak memiliki integritas sebagai hakim. Oleh karena itu pemilihan calon hakim harus memiliki kriteria utama. 11)  dan perlu diketahui juga oleh mereka yang meragukan kemurnian putusan bebas tersebut hanya karena Ramlan Comel pernah menjadi terdakwa pada kasus korupsi bahwa putusan bebas tersebut bukan diputuskan oleh Ramlan Comel sendiri tetapi berdasarkan keputusan semua hakim dalam Majelis Hakim tersebut dan tidak ada hakim memberikan keputusan yang berbeda atau dissenting opinion. Putusan bebas tersebut hanya sebagian kecil dari jumlah perkara korupsi yang telah diputus oleh Pengadilan Tipikor Bandung. sejak berdirinya Pengadilan Tipikor Bandung pada 1 Januari 2011 sudah ada 84 perkara korupsi yang masuk, sebanyak 38 kasus telah diputus, tiga vonis bebas dan kebetulan saja menimpa kepala daerah. Dari perkara tersebut, hanya dua limpahan dari KPK yakni perkara Mochtar dan Hakim Pengadilan Hubungan Industri (PHI) Imas Dianasari yang baru akan masuk proses persidangan. Rata-rata dari 38 perkara yang diputus di sini hukumannya di atas satu tahun dan denda 500 juta. 12)

Sungguh tidak dapat dimengerti mengapa banyak pidak yang mengecam putusan bebas terhadap terdakwa terdakwa Walikota nonaktif Bekasi Mochtar Mohammad atau setidak-tidaknya kecaman tersebut terlalu prematur karena mereka yang mengecam sudah dapat dipastikan belum membaca putusan pengadilan tersebut karena baru saja dibacakan oleh Majelis beberapa hari yang lalu dan salinan putusannya belum dikeluarkan. Bagaimana mungkin mereka dapat menuduh bahwa putusan bebas tersebut syarat dengan mafia hukum. Padahal seluruh proses persidangan sudah dilakukan dengan terbuka. Mulai dari pembacaan dakwaan hingga pembacaan vonis, dapat ditonton oleh publik dan Mejalis Hakim mengatahui bahwa mereka dipantau oleh KPK, proses persidangan direkam dengan CCTV. Apakah Majelis Hakim masih berani untuk berbuat curang?. Mengapa mereka beramai-ramai mengecam Pengadilan Tipikor Bandung kerana telah membebaskan Walikota nonaktif Bekasi Mochtar Mohammad?. Apakah karena ini untuk pertama kalinya terdakwa yang diajukan oleh KPK kemudian dibebaskan oleh Pengadilan sehingga dikhawatirkan dapat mempengaruhi kredibilitas KPK?. Ataukah karena takut dianggap anti pemeberantasan korupsi atau pro koruptor sehingga mereka secara prematur menilai putusan tersebut syarat dengan mafia hukum tanpa terlebih dahulu membaca dan mengalisa putusan pengadilan tersebut, bahkan mencari-cari kesalahan atau kelemahan atau apapun yang menyangkut anggota Majelis Hakim agar integritas anggota Majelis Hakim mejadi diragukan.

Kecaman-kecaman tersebut bagaikan mengandung pesan terhadap semua Hakim Tipikor “hai para hakim tipikor diseluruh Indonesia, kalian harus memvonis bersalah terdahap semua terdakwa korupsi, kalau tidak maka kalian akan kami anggap terlibat dengan mafia hukum dan kalian akan kami periksa”. Kecaman-kecaman tersebut jelas akan menyebabkan pada hakim menjadi takut untuk mengambil keputusan sesuai dengan hati nurani dan keyakinananya yang timbul berdasarkan fakta-fakta yang timbul dan berkembang dalam persidangan.

Seluruh Masyarakat Indonesia tidak suka dan pasti anti korupsi. Setiap keruptor memang harus dihukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dengan tetap memegang secara teguh prinsip penegakan hukum dan keadilan, tetapi hendaknya para ahli hukum dan praktisi hukum juga mendidik masyarakat bahwa tidak semua orang yang didakwa harus dinyatakan bersalah. Kalau semua orang yang didakwa harus dinyatakan bersalah lantas apa gunanya pengadilan?, langsung saja setiap orang yang dijadikan tersangka oleh KPK dijatuhi hukum tidak perlu lagi dibawa ke pengadilan. Seseorang didiperiksa di persidangan berdasarkan dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum, Jaksa Penuntut Umum menyusun surat dakwaan berdasarkan hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik. Bukti-bukti yang berhasil dikumpulkan oleh penyidik tidak boleh secara serta merta dijadikan dasar untuk menyatakan tersangka terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang dipersangkakan terhadapnya tetapi bukti-bukti tersebut harus diuji dalam persidangan apakah bukti-bukti dapat menimbulkan keyakinan pada Majelis Hakim bahwa tindak pidana yang didakwakan menang benar telah terjadi dan terdakwa adalah yang bersalah telah melakukan tindak pidana tersebut. Hanya hakim yang dapat menyatakan seseorang bersalah telah melakukan tindak pidana. Seluruh bangsa Indonesia harus menghormati kemerdekaan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Hukum acara pidana di Indonesia menganut negatif letterlijk yang artinya vonis itu tergantung alat bukti plus keyakinan hakim. Sebanyak apapun alat bukti dan kesaksian yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan tetapi kalau tidak dapat meyakinkan hakim tentang telah terjadinya tindak pidana dan terdakwa adalah pelakunya, maka hakim harus membebaskan terdakwa tersebut. Satu hal yang harus difahami secara benar bahwa berdasarakan sistim hukum pidana Indonesia, keyakinan hakim adalah mutlak untuk menjatuhkan pidana terdapat terdakwa.

Dalam memeriksa dan memutus perkara hakim harus bebas dari segala intervensi atau tekanan dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun juga. Kemerdekaan hakim tersebut dijamin oleh UUD 1945 dan peratuan lainnya yang berlaku di Indonesia sebagaimana telah disebutkan di atas. Segala tindakan intervensi dan/atau tekanan terhadap hakim dalam memeriksa dan memutus perkara adalah merupakan tindakan yang inkonstitusional dan melanggar hukum. Pengamatan khusus yang dilakukan oleh KPK terhadap Majelis Hakim yang memeriksa perkara yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK juga harus dihentikan karena dapat mempengaruhi suasana psikologis hakim tersebut apalagi telah terbukti bahwa hakim memutus bebas terdakwa yang diajukan oleh Penuntut Umum KPK juga langsung dikecam oleh banyak pihak termasuk Mahkamah Agung dan KPK. Tidak dapat dibayang apa yang akan terjadi terhadap penegakan hukum dan keadilan di Indonesia jika dalam setiap melakukan proses pemeriksaan dan memutus perkara korupsi, hakim selalu merasa khawatir putusannya tersebut akan membuat hidupnya menjadi tidak tenteram. Dalam kondisi seperti ini dapat mengakibatkan orang yang mempunyai integritas yang tinggi terhadap penegakan hukum dan keadilan tidak mau menjadi hakim tipikor, karena hanya hakim mempunyai integritas tinggi yang berani mengambil keputusan sesuai dengan hati nuraninya, sesuai dengan keyakinannya berdasarkan fakta-fakta atau bukti-bukti yang timbul dalam persidangan. Kalau berdasarkan bukti-bukti tersebut ia yakin terhadap terjadinya tindak pidana yang didakwakan dan ia juga yakin bahwa terdakwa bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi tersebut maka ia akan menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa tetapi jika ia tidak mempunyai keyakinan terhadap kedua hal tersebut maka ia akan membebaskan terdakwa.

 

____________________________
Catatan Kaki


1)   Darmono Prihatin Pengadilan Tipikor Bandung Bebaskan 3 Koruptor, detiknews.com http://www.detiknews.com/read/2011/10/12/174440/1742636/10/darmono-prihatin-pengadilan-tipikor-bandung-bebaskan-3-koruptor

2)   Hakim Tipikor Bandung Diawasi Personel KPK, kpk.go.id, 2011/10/11, http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=2282

3)   ICW Kecam Putusan Bebas Wali Kota Bekasi, tempointeraktif.com, http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2011/10/12/brk,20111012-361040,id.html

4)    Satgas Mafia Hukum Usut Vonis Bebas Wali Kota Bekasi, tempointeraktif.com, http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2011/10/12/brk,20111012-361023,id.html

5)   Satgas: Cek Integritas Hakim Pengadilan Tipikor Bandung, kompas.com, Rabu, 12 Oktober 2011, http://nasional.kompas.com/read/2011/10/12/14400064/Satgas.Cek.Integritas.Hakim.Pengadilan.Tipikor.Bandung.

6)    Objektif, Putusan Bebas Wali Kota BekasiI , pikiran-rakyat.com, 11/10/2011, http://www.pikiran-rakyat.com/node/161518

7)   Jimly: Justru Aneh Jika KPK Menang Terus, detiknews.com, 13/10/2011, http://www.detiknews.com/read/2011/10/13/042636/1742868/10/jimly-justru-aneh-jika-kpk-menang-terus?nd992203605

8)   Walikota Bekasi Divonis Bebas, KPK Meradang, jurnalmetro.com, http://www.jurnalmetro.com/nusantara/3-newsflash/2459-walikota-bekasi-divonis-bebas-kpk-meradang.html

9)   Hakim Tipikor Bandung Diawasi KPK, kompas.com, 10 Oktober 2011, http://nasional.kompas.com/read/2011/10/10/10572333/Hakim.Tipikor.Bandung.Diawasi.KPK


11)  KPK: Hakim Ramlan Tidak Punya Integritas, okezone.com, 14 Oktober 2011, http://bola.okezone.com/read/2011/10/14/339/515480/kpk-hakim-ramlan-tidak-punya-integritas

12) Pengadilan Tipikor Bandung Vonis Bebas 3 Koruptor, okezone.com, http://bola.okezone.com/read/2011/10/12/340/514333/pengadilan-tipikor-bandung-vonis-bebas-3-koruptor


0 comments:

Posting Komentar