Oleh Isman
30 September 2011
Sebagaimana dapat kita baca dalam pemberitaan dimedia masa baik cetak maupun elektronik bahwa untuk kedua kalinya KPK menolak memenuhi undangan Pimpinan DPR untuk hadir dalam rapat dengan DPR yang bertajuk Konsultasi.
Ketidakhadiran yang pertama dengan alasan sebagaimana disampaikan oleh ujar Kepala Biro Humas KPK Johan Budi SP adalah sebagai berikut :
Ketidakhadiran yang pertama dengan alasan sebagaimana disampaikan oleh ujar Kepala Biro Humas KPK Johan Budi SP adalah sebagai berikut :
"Pertama, undangannya itu mendadak. Suratnya sampai di meja pimpinan itu baru tadi sore;
“Kedua karena komposisi pimpinan tidak lengkap. Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Rianto tengah melakukan kunjungan kerja ke India . Sementara Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M.Jasin melakukan perjalanan dinas ke Manado , Sulawesi Utara. 1)
Pada undangan kedua untuk menghadiri rapat pada hari Kamis tanggal 29 September 2011 yang juga dihadiri oleh Jaksa Agung dan Kapolri, KPK tidak hadir. Kasus korupsi di Kemenakertrans, kata Johan, sebagai alasan utama KPK tak menghadiri rapat tersebut. Pasalnya, KPK sedang melakukan pemeriksaan terhadap beberapa anggota DPR dan pimpinan Banggar DPR. Kasus korupsi tersebut disebut-sebut mengalir melibatkan banggar DPR. 2)
Alasan tidak dapat hadir pada undangan pertama karena waktu yang terlalu mendadak dan karena pimpinan KPK tidak lengkap berada di Jakarta, karena 2 orang pimpinan sedang berada di luar negeri dan di luar kota. Terhadap alas an waktu yang terlalu mendesak mungkin masih dapat dikatakan wajar karena tentu saja pimpinan KPK telah memiliki agenda acara yang telah dijadwalkan sehingga tidak mungkin untuk diagendakan ulang. Sedangkan untuk alasan karena komposisi pimpinan KPK sungguh tidak dapat dibenarkan atau setidak-tidak dapat diperdebatkan. Memang padal 21 ayat 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) menentukan bahwa Pimpinan KPK bekerja secara kolektif. Penjelasan Pasal 21 ayat 5 tersebut telah memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan bekerja secara kolektif adalah bahwa setiap pengambilan keputusan harus disetujui dan diputuskan secara bersama-sama oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dari penjelasan Pasal 21 ayat 5 kita ketahui bahwa tidak semua tindakan harus dilakukan secara bersama-sama oleh pimpinan KPK. Yang memerlukan persetujuan semua pimpinan KPK hanyalah dalam pengambilan keputusan sedangkan rapat yang akan dilaksanakan oleh pimpinan DPR dengan KPK, Jaksa Agung dan Kapolri hanya bersifat konsultasi dan bukan untuk mengambil keputusan.
Pada undangan kedua, DPR tidak mau hadir dengan alasan untuk menjaga kredibilitas dan indenpendensi karena pimpinan Banggar DPR merupakan pihak terperiksa dalam penyidikan kasus suap pencairan dana PPID di Kemenakertrans. memang berdasarkan Pasal 36 a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun. Pertanyaannya adalah begitu kekat dan kaku kah KPK menerapkan ketentuan tersebut mengingat hal-hal sebagai berikut:
1. bahwa yang mengundang adalah pimpinan DPR dan bukan pimpinan Banggar;
2. bahwa rapat tersebut juga dihadiri oleh Penegak Hukum lainnya yaitu Jaksa Agung dan Kapolri;
3. bahwa pimpinan Banggar hanya diperiksa sebagai saksi bukan sebagai tersangka; dan
4. rapat tersebut tentu saja dilakukan secara terbuka dan dapat diliput oleh media masa.
Dengan pertimbangan keempat hal tersebut di atas, maka sudah dapat dipastikan bahwa pimpinan DPR tidak akan mungkin berani melakukan tekanan-tekanan yang bersifat intervensi atas kasus korupsi di Depnakertrans yang sedang diperiksa oleh KPK. Disamping itu apabila KPK tetap berkeras menerapkan prinsip tersebut secara kaku, maka apa yang akan terjadi jika ada petinggi polri yang diperiksa oleh KPK sebagai saksi, atau ada Hakim Agung yang diperiksa sebagai saksi atau staf khusus Presiden, staf ahli Presiden atau anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang diperiksa sebagai saksi dalam perkara korupsi yang sedang disidik KPK, apakah KPK juga akan menolak bertemu dengan Kapolri, Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung bahkan Presiden?.
Independensi dalam mengambil keputusan memang harus dijaga oleh KPK, namun prinsip independensi tersebut harus dilaksanakan secara professional dan proporsional. Jika prinsip independensi tersebut dilaksanakan secara kaku, maka berarti pimpinan KPK harus menolak jika diundang oleh Presiden karena Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang diperiksa oleh KPK terkait kasus proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan kasus suap wisma atlet.3) Sungguh kita sebagai bangsa Indonesia tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada Republik ini tidak KPK harus menolak untuk memenuhi undangan Presiden hanya karena KPK menerapkan prinsip independensi secara kaku.
Kalau dilihat dari alasan KPK tidak mau menghadiri rapat konsultasi dengan DPR sebagaimana tersebut di atas yang sangat berbeda antara alasan tidak hadir pada undangan pertama dan alasan tidak hadir pada undangan kedua, tentunya sangat membingungkan masyarakat. Apa yang sebenarnya terjadi antara DPR dan KPK?. Apa yang sebenarnya alasan KPK menolak menghadiri undangan rapat konsultasi DPR?, Jawaban yang sebenarnya tentu saja hanya KPK yang mengetahuinya. Apa yang dapat dilihat oleh masyarakat Indonesia adalah telah terjadi perseteruan antar lembaga negara, telah terjadi disharmonisasi antara lembaga negara.
Pimpinan KPK sebaiknya memenuhi undangan rapat konsultasi DPR karena dengan hadir dalam rapat tersebut diharapkan dapat meredakan suasana panas dalam hubungan antara DPR dan KPK. Masyarakat Indonesia tentunya mengharapkan para petinggi Negara ini membina hubungan dengan etika saling menghargai dan menghormati sehingga dapat konsentrasi pada pembangunan bangsa dan Negara dengan tanpa mengesampingkan penegakan hukum dan keadilan. DPR harus menghargai dan menghormati KPK sebagai lembaga Negara dan KPK juga harus menghargai dan menghormati DPR sebagai lembaga Negara yang secara konstitusi merupakan perwakilan rakyat seluruh Indonesia . Secara konstitusi suara DPR adalah suara rakyat Indonesia oleh karenanya harus dihormati.
______________________________________________________
1) KPK Abaikan Undangan DPR Hadiri Rapat APBN, suarapembaruan.com
2) Jaga Kredibilitas, KPK Tak Penuhi Panggilan DPR, inilah.com
3) Anas Diperiksa Terkait Suap Wisma Atlet & Proyek PLTS, okezone.com
0 comments:
Posting Komentar